Puisi Lailatul Qadar (1)
Menemanimu satu dua malam beranjak menuju cahaya
Daripada malamMu seribu bulan nan hening
Nun, di dalamnya segala yang hidup menjadi terjeda, terhenti Berlingkaran dalam hikmat, mengurung dalam kebajikan amal amal mu
Segala malam yang berjalan berbilang tahun dan abad,
Seketika menjadi bisu
Yang di dalamnya meruntuhkan keangkuhan gelap, menundukkan segala jumawa Ketika di malam-malam engkau berjalan menyusuri pematang takdir
Dan pinggiran nasib
Sejarah telah bergulir kelabu merah, aneka warna kesimpulan
Kembalikan sujudmu dan rindumu pada ruku’ nan syahdu
Pada gerak, ritmik suci yang memandumu melewati hari dan malam bergelap semu Di malam yang lebih baik dari seribu bulan,
Engkau akan bercerita pada kesahmu dengan energi yang telah kembali, Terbangkitkan
Kita bergelantungan pada butir butir doa putih
Merapal, merasuk, membasuh sukma terdalam tak terjangkau
Mengapa lagi ada keraguan pada kepastian tak terukur jarak,
Hitungan makhluk
Ketika menyadari semua yang materi akan menuju pada keabadian immateri Sedangkan beranda para pujangga agung jua yang menjadi nisbi
Hanya meninggalkan goresan terbaca kata beruntaian manikam
Bak Lonceng gereja yang mengiringi kesyahduan adzanMu
Segala makhluk hendaknya menyadari
Hakikat fana dan kefanaan
Tak berharga kecuali diberi ruh segala hikmah suci dan anbiyaa’ Terikuti dan termaktub dalam pokok pokok intisari,
Masa bermasa
Ikuti jalan Qadar dan awal dari bermula
Ketika Adam mendengar Hayya ‘alal Falah
Berjalan menuju gurun pengharapan,
Hamparan mutiara Hawa
Dalam hening kerinduan berjumpa di alam makhluk kasat rupa
Tidaklah terperi penjelajahan waktu dalam nubuat
Sekali lagi para anbiyaa’
Dan malam suci mu menuangkan lagi gagasan,
Entah apa namanya
Dari kehancuran masa Nuh berujung gelombang taubat dan syukur
Apatah lagi namanya jika tidak pandai mengambil suciNya nan pemurah Jika tak pandai menimba lautan sabar Idris
Dan keikhlasan Ibrahim Agung
Segera dengar jejak jejak langkah kaki Sang Malam Suci
Tunduk segala batang dan daun, terhenti segala semilir
Tak ada
Tak ada jiwa jiwa, tak setenang malam gulita bercahaya Rabbi Berganjaran awal dan akhir, meniadakan segala niscaya kecuali atas izinNya Tetap dalam lindungan,
Sebutan dzikir raga dan sukma tercerahkan bulan agung
Dan malam penuh berkah
Menuai segala ampunan dan rahmat bagi mereka yang pandai menjemput Syukur dan terimakasih padamu Yaa Rabbul Izzati…
Yogyakarta, 03 Mei 2021
Puisi Malam Qadar (2)
Menjejak kaki terdiam dalam syahadatain paripurna
Menggapai harap kelahiran kembali nan fitri
Adalah segenap upaya beroleh aroma sepuluh malam terakhir
Itulah janji suci Ramadhan agung pada
Jiwa-jiwa yang terggenggam janji kepasrahan dan taqwa
Seluruh laku ragawi mengobati sukma suci bertabur amalan
Terkandung beratus kali lipat derajat kemuliaan bagi satu kebajikan
Jangan pernah mengelak apalagi menanam prasangka
Pada awalan dan akhiran yang lebih baik dari seribu bulan
Akal manusia tak akan pernah mampu memahami tafsir kasih sayangNya pada Lailatur Qadar yang bertaburkan ampunan Sedang memahami Alif Lam Mim saja makhluk tak pernah purna
Al Wujud Al Awwal, Al Wujud Al Mutawassit, dan akhirnya pada Muhammad Atau pada Syariat, Hakikat dan Thariqah
Jika jiwa cukup terang dan tenang
Akan didapatkan saksi terlihat
seribu juta mahkota permata yang dibawa malaikat
Dan ruh suci
Untuk diletakkan pada kepala para shaleh dan shalehah
Yang mendapatkan kemuliaan malam Qadar
Binar cahaya mahkota suci memancar putih namun tak silau
Hanya menutupi kabut menyelubung seluruh alam
Itulah yang menempatkan seluruh makhluk patah tertunduk
Diam lunglai tak berdaya, sebab anginpun tiada’