Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Pemerintah Setop Dua Proyek Emisi Karbon, Apa dan Bagaimana Alasannya?

Redaksi
×

Pemerintah Setop Dua Proyek Emisi Karbon, Apa dan Bagaimana Alasannya?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan telah menghentikan dua proyek karbon yang diinisiasi LSM Internasional. Menurut rilis resmi KLHK, dua proyek itu melanggar peraturan perundangan.

Proyek karbon yang dimaksud terletak di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara, dan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, menegaskan bahwa proyek-proyek karbon di kawasan hutan negara tidak boleh dibiarkan berlangsung secara ilegal.

“Pembatalan itu menunjukkan tingkat keseriusan serta konsistensi Menteri untuk memastikan semua proyek karbon di Indonesia berada dalam pengaturan dan tata cara yang legal dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Wiratno, Jumat (9/07/2021).

Belum terang betul soal nama lembaga internasional yang mengelola proyek di dua kawasan hutan negara ini. Wiratno hanya mengatakan penghentian proyek ini merupakan arahan Menteri Siti Nurbaya, sembari mengulang-ulang keterangan bahwa proyek karbon tersebut ilegal.

“Ibu Menteri sangat memahami bahwa proyek-proyek karbon yang dideklarasikan sendiri itu terkait kebutuhan reputasi bisnis. Namun poin penting dari Ibu Menteri adalah, jangan sampai menggunakan langkah-langkah yang ilegal, mengganggu prosedur tata pemerintahan, dan bahkan melanggar konstitusi,” kata Wiratno.

Dalam keterangan Wiratno, Menteri Siti juga berpesan agar langkah-langkah mengatasi emisi karbon jangan hanya ‘modis’, tetapi juga harus tulus guna mencapai tujuan yang sesungguhnya—tidak dijelaskan apa yang dimaksud modis oleh Menteri Siti.

Sebagai tindak lanjut penghentian proyek, Wiratno memerintahkan Kepala UPT Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Taman Nasional di seluruh Indonesia melakukan inventarisasi dan investigasi, serta menghentikan proyek karbon di kawasan konservasi dan hutan lindung yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan.

Dalam hal ini, Wiratno menyebut Ditjen KSDAE sebagai pemangku kawasan konservasi memiliki peran krusial dalam mendukung pencapaian target carbon neutral sektor kehutanan pada 2030. Indonesia memiliki 560 kawasan konservasi seluas 27 juta hektar (terrestrial dan marine). Seluas 16 juta hektar atau hampir 60 persennya berupa taman nasional.

Oleh karenanya KSDAE siap melaksanakan arahan Menteri Siti untuk memastikan proyek-proyek karbon, terutama yang melibatkan kawasan konservasi dan hutan lindung, harus sesuai peraturan perundangan.

“Untuk alasan itu, proyek-proyek karbon untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu, yang berjalan di luar koridor peraturan perundangan, harus dihentikan dan harus disesuaikan,” kata Wiratno, tanpa menjelaskan siapa saja ‘pihak tertentu’ yang dimaksud.

Menteri Siti Nurbaya, kata Wiratno, pun menegaskan bahwa prioritas utama Indonesia adalah mengerahkan seluruh sumber daya untuk memenuhi target kontribusi nasional yang ditetapkan (NDC) sebanyak 29% dengan usaha sendiri pada 2030 dari perkiraan produksi emisi 2,8 miliar ton setara CO2. Karena itu, semua proyek karbon harus tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) yang sudah ada sejak 2017.

Pencatatan SRN dimaksudkan agar pengelolaan data dan informasi dapat terintegrasi sehingga mengurangi persoalan yang selama ini terjadi seperti akurasi data yang rendah, redundasi, ketidakmutakhiran, dan inkonsistensi data.

Menurut Wiratno, kegiatan ilegal seperti seperti dilakukan LSM yang tidak disebut namanya ini justru hanya akan berakibat fatal karena berpotensi menciptakan perhitungan ganda terhadap target NDC nasional.