Barisan.co
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Terkini Lingkungan

Emisi Karbon AS Menimbulkan Kerugian Negara Lain Sebanyak US$1,9 Triliun

:: Anatasia Wahyudi
14 Juli 2022
dalam Lingkungan
Emisi Karbon AS Menimbulkan Kerugian Negara Lain Sebanyak US$1,9 Triliun

Ilustrasi polusi dan emisi karbon (Dok. asiatoday.id)

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

BARISAN.CO – Setiap tahun, diperkirakan lebih dari sekitar 30 giga ton CO2 dilepaskan ke atmosfer bumi. Bagian terbesar dari emisi karbon tersebut berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, pembangkit energi tidak terbarukan, dan polusi aktivitas manusia.

Mengutip Guardian, sebuah penelitian baru menunjukkan AS telah menyumbang kerugian 16,5 persen atau lebih dari US$1,9 triliun pada negara lain dari dampak gas rumah kacanya.

Sejak tahun 1990, studi menemukan, volume besar gas pemanas planet yang dihasilkan AS menjadi penghasil emisi karbon terbesar dalam sejarah. Hal itu menempatkan AS di atas Cina, yang saat ini merupakan penghasil emisi karbon terbesar di dunia.

Cina menimbulkan kerugian (US$1,83 triliun), Rusia (US$986 miliar), India (US$809 miliar), dan Brasil (US$528 miliar) sebagai kontributor selanjutnya terhadap kerusakan ekonomi global melalui emisinya.

BACAJUGA

Semarang Climate Strike 2023

Jarilima Kampanyekan Semarang Climate Strike 2023, Kepedulian Perubahan Iklim Sedunia

15 September 2023
Kitab Yang Logis

Kitab Yang Logis

6 September 2023

Penulis utama studi tersebut, Chris Callahan dari Dartmouth College mengatakan, penelitian itu untuk pertama kalinya dapat menunjukkan emisi suatu negara dapat ditelusuri hingga kerugian yang dihasilkan.

Rekan penulis, Justin Markin, ahli geografi di Dartmouth Clooge menyebut, ada ketidakadilan yang sangat besar.

“Negara-negara seperti AS secara proposional telah merusak negara berpenghasilan rendah,” kata Justin.

Negara berkembang dan aktivis iklim telah mendorong ganti rugi terhadap kerugian dan kerusakan yang dilakukan oleh mereka akibat pemanasan global melalui gelombang panas, banjir, dan kekeringan. Namun, AS yang bertanggung jawab atas sekitar seperempat emisi karbon hingga saat ini menolak membayar.

PBB memperkirakan, sebanyak 3,6 miliar orang di seluruh dunia sangat rentan terhadap bencana iklim.

Direktur Pusat Hukum Perubahan Iklim di Colombia Law School, Michael Gerrard menyampaikan, AS dan Cina memperumit janji memberikan US$100 miliar bantuan iklim kepada negara rentan karena tidak mengakui yuridiksi Pengadilan Internasional di Den Haag.

“Hambatan utama klaim oleh satu negara untuk kerusakan iklim bukan dasar ilmiahnya menjadi dasar hukum mereka. Negara-negara menikmati kekebalan berdaulat terhadap sebagian besar jenis tuntutan hukum,” ungkap Michael.

Sedangkan kepala eksekutif Pusat Hukum Lingkungan Internasional, Carroll Muffett menyampaikan, studi tersebut adalah langkah positif untuk mengukur kerugian.

“Ketika bukti meningkat dan catatan obstruksi AS dalam konteks iklim ditetapkan, saya tidak berpikir negara lain dapat melarikan diri selamanya dari tanggung jawab. Biaya kerusakan iklim meningkat dan pada akhirnya mereka harus membayarnya. Pertanyaannya adalah siapa yang akan melakukannya dan bagaimana hal itu akan dilakukan,” ujar Carroll.

Donald Trump terkenal denial terhadap sains. Dia bahkan pada 2018 meragukan laporan pemerintahannya sendiri terhadap dampak buruk perubahan iklim. Saat itu, Trump dengan lugas bahkan menyatakan tidak mempercayai pemanasan global yang tidak terkendali akan mendatangkan malapetaka bagi ekonomi AS.

Di bawah kepemimpinan Trump, pemerintahan AS pro terhadap bahan bakar fosil. Trump justru menilai negara lain seperti Cina dan Jepang seharusnya yang mengurangi emisi.

Tahun lalu juga, negara kaya menolak membangun fasilitas kerugian dan kerusakan saat Konferensi Tingkat TInggi untuk Perubahan Iklim (COP26). AS menganggap pengakuan seperti itu akan membuka gerbang litigasi untuk kompensasi.

Namun, ketakutan AS hanya ilusi. Itu disampaikan oleh Saleemul Huq yang memimpin Pusat Internasional untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan berbasis di Bangladesh.

“Itu omong kosong. Tidak ada yang berbicara tentang kewajiban dan kompensasi,” tegas Saleemul. [rif]

Topik: Emisi KarbonEmisi Karbon ASKerusakan IklimKrisis Iklim
BagikanTweetSend
Anatasia Wahyudi

Anatasia Wahyudi

POS LAINNYA

RUU EBET
Lingkungan

‘Masih Banyak Pasal Mencurigakan’, Pembicaraan RUU EBET Masih Alot di Senayan

29 September 2023
aksi luru banyu
Lingkungan

Aksi Luru Banyu JM-PKK Bersama Artis Roy Marten dan PWNU Jateng, Berbicara Nasib Kendeng

25 September 2023
Ilmuwan Peringatkan Praktik Greenwashing Mengancam Kelestarian Lingkungan
Lingkungan

Ilmuwan Peringatkan Praktik Greenwashing Mengancam Kelestarian Lingkungan

22 September 2023
Sedotan Beras Ramah Lingkungan dan Bisa Dimakan
Lingkungan

Sedotan Beras Ramah Lingkungan dan Bisa Dimakan

22 September 2023
energi panas bumi
Lingkungan

Energi Panas Bumi Melimpah, Pertumbuhan Sangat Lambat

21 September 2023
Kualitas Air Indonesia Urutan ke-9 di ASEAN
Lingkungan

Kualitas Air Indonesia Urutan ke-9 di ASEAN

10 September 2023
Lainnya
Selanjutnya
wiratani

Wiratani, Kewirausahaan Tani Kunci Keluar dari Jebakan Middle Income Trap

Enam Rumah Penampungan Barang Bekas di Cakung Ludes Terbakar

Enam Rumah Penampungan Barang Bekas di Cakung Ludes Terbakar

TRANSLATE

TERBARU

Viral Perundungan di Sekolah, 72%  Mengaku Pernah Mengalami, Ini Datanya
Terkini

Viral Perundungan di Sekolah, 72%  Mengaku Pernah Mengalami, Ini Datanya

:: Beta Wijaya
30 September 2023

BARISAN.CO - Viral insiden perundungan di lingkungan sekolah terjadi lagi, hal itu semakin menjadi sorotan di media sosial dan arus...

Selengkapnya
Majelis Sholawat An-Nahdhiyyah Indonesia

Doakan Kemenangan Anies-Cak Imin, Majelis Sholawat An-Nahdhiyyah Rutin Gelar Istigosah

30 September 2023
VAR: Inovasi yang Membantu Wasit Mengambil Keputusan

VAR: Inovasi yang Membantu Wasit Mengambil Keputusan

30 September 2023
Kejayaan Kelapa Berakhir, Mangrove Telanjur Rusak

Kejayaan Kelapa Berakhir, Mangrove Telanjur Rusak

30 September 2023
Melalui Video Call, Anies Minta Relawan Manies di Ambon Jaga Kesolidan dan Kesantunan

Melalui Video Call, Anies Minta Relawan Manies di Ambon Jaga Kesolidan dan Kesantunan

30 September 2023
Promosi Pinjam Perangkat IQOS 14 Hari Dikhawatirkan Meningkatkan Jumlah Perokok Anak

Promosi Pinjam Perangkat IQOS 14 Hari Dikhawatirkan Meningkatkan Jumlah Perokok Anak

30 September 2023
Bakorsi Kecamatan gatak

Tim Kecamatan Gatak Akan Dikukuhkan, Begini Pesan Ketua Bakorsi Sukoharjo

30 September 2023
Lainnya

SOROTAN

Makam Diponegoro
Opini

Perlukah Kita Memindah Makam Pangeran Diponegoro?

:: Ananta Damarjati
25 September 2023

Pengambilan keputusan terkait pemindahan makam seorang pahlawan harus melibatkan kajian yang mendalam. SULIT sekali membayangkan Indonesia tanpa makam Pangeran Diponegoro....

Selengkapnya
Perusahaan Koperasi

DIVVY: Keunggulan Sistem Perusahaan Koperasi

24 September 2023
Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

22 September 2023
Apakah Keuntungan Itu

Apakah Keuntungan Itu?

21 September 2023
Oligarki yang Menagih Hutang

Masa Lalu, Masa Depan, dan Oligarki yang Menagih Hutang

21 September 2023
Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

20 September 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang