BARISAN.CO – Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni menyebut perlunya pemerintah meninjau ulang kebijakan sertifikasi vaksin yang sedang bergulir. Menurutnya, kebijakan itu hanya berujung menyandera masyarakat yang hendak menjalankan aktivitas.
“Cukup aneh bahwa COVID-19 yang awalnya adalah persoalan kesehatan tiba-tiba bergeser menjadi persoalan legalitas tertulis. Akibat dari berlakunya sertifikasi ini banyak aktivitas masyarakat tidak kunjung efektif bergerak, terutama aktivitas ekonomi, yang mana sudah setahun lebih terpuruk,” kata Farouk Alwyni.
Menurut Farouk, adanya kecenderungan pemerintah untuk hanya memandang persoalan kesehatan semata dari aspek bentuknya, seperti vaksinasi yang harus dibuktikan dalam bentuk sertifikat, semestinya tak dijadikan model untuk memulai kebiasaan baru pasca-pandemi.
Di sisi lain program vaksinasi sendiri pun belum berjalan optimal. Sebagaimana direncanakan, pemerintah menarget 70 persen penduduk Indonesia (atau sebanyak 208 juta orang) divaksin untuk mencapai herd immunity tahun depan.
Namun per tanggal 23 Oktober 2021, baru 41 persen penduduk yang menerima dosis pertama dan, dan 24,6 persen sudah divaksin penuh.
“Ditambah lagi belum semua yang sudah divaksin itu otomatis mengantongi sertifikat, mengingat aplikasi penampil sertifikatnya, PeduliLindungi, masih mengandung banyak masalah. Ada orang tervaksin tetapi datanya belum masuk, customer service yang buruk untuk dihubungi, dan lain sebagainya termasuk potensi kebocoran data masyarakat yang tinggi. Hal-hal seperti ini harus menjadi top of mind pemerintah,” katanya.
Jika kebijakan sertifikasi ini diteruskan, kata Farouk, ia khawatir akan ada medical apartheid kepada masyarakat yang tak memiliki dokumen digital.
“Jangan sampai masyarakat yang sudah memiliki ability (kemampuan) untuk kembali beraktivitas normal justru kehilangan freedom (kebebasan) dan opportunity (kesempatan) hanya karena kesehatannya tidak diakui negara,” kata Farouk.
Mengingat terbebas dari virus Corona adalah kehendak bersama yang harus dinikmati bersama, Farouk mengatakan, maka peluang untuk bangkit harus dibuka kepada setiap orang.
“Salah besar kalau kesempatan bangkit hanya diberikan kepada kelompok yang kesehatannya diakui oleh negara lewat selembar sertifikat,” kata alumnus program MBA Universitas Birmingham Inggris ini. [dmr]