BARISAN.CO – Jumlah penderita kanker payudara pada perempuan terus meningkat setiap tahunnya. Menurut WHO, di tahun 2020 terdapat 2,3 juta perempuan terdiagnosis menderita kanker payudara dan 685.000 kematian di seluruh dunia. Hingga akhir tahun lalu setidaknya 7,8 juta perempuan hidup dengan kanker payudara dalam 5 tahun terakhir. Sehingga menjadi kanker yang paling banyak di dunia.
Sedangkan di Indonesia, setiap tahunnya terdapat 65.858 kasus baru. Artinya setiap 8 menit terdapat satu perempuan yang mengidap kanker payudara. Berdasarkan data The Global Cancer Obsertavory 2020, tingkat kematian akibat kanker payudara di tanah air paling tinggi dibanding negara lain di ASEAN yaitu sekitar 9,6 persen. Penyebabnya ialah rendahnya kesadaran masyarakat untuk mendeteksi dan memeriksakan kanker payudara secara klinis.
Pakar menyarankan agar segera memeriksakan diri jika merasa ada benjolan selama 2 hingga 3 bulan. Waktu terbaik untuk memeriksakan diri ialah setelah menstruasi. Memang tidak semua perubahan yang terjadi seperti benjolan, jaringan tebal di payudara, keluarnya cairan, atau perubahan kulit maupun puting terjadi karena kanker payudara. Akan tetapi, penting untuk memeriksanya dengan benar.
Perempuan dengan kelainan persisten perlu menjalani tes termasuk pencitraan payudara dan dalam beberapa kasus pengambilan sampel jaringan (biopsi). Hal itu untuk dapat menentukan jenis kankernya ganas atau jinak.
Dalam kanker stadium lanjut, ada kemungkinan terjadi luka meski tidak selalu menyakitkan. Pakar menyarankan bila luka itu tidak kunjung sembuh, sesegera mungkin menjalani biopsi sebelum sel kanker menyebar ke organ lain termasuk paru-paru, hati, otak, dan tulang. Apabila sampai di titik ini, maka gejala baru terkait kanker seperti nyeri tulang atau sakit kepala akan muncul.
Adapun risiko kanker bisa meningkat dengan bertambahnya usia, obesitas, minum-minuman beralkohol, keturunan, paparan radiasi, merokok, terapi hormon pasca-menopause, dan riwayat reproduksi seperti usia saat awal menstruasi dan kehamilan pertama.
Perempuan lebih berisiko mengidap kanker payudara. Sekitar 99 persen kasus baru terjadi pada perempuan sedangkan laki-laki hanya sekitar 0,5 hingga 1 persennya.
Mengutip breastcancer, satu dari enam perempuan memilih mastektomi ganda atau masektomi profilaksis kontralateral setelah mendapatkan diagnosis stadium awal di salah satu payudaranya.
Profesor dan wakil ketua onkologi radiasi dari Universitas Michigan, Reshma Jagsi mengatakan itu mestektomi ganda bukan cara kerja yang benar melainkan akibat emosi yang memuncak, seseorang sulit untuk menyerap informasi dengan baik dan menjadi tantangan komunikasi bagi para dokter.
Reshma menambahkan komunitas medis umumnya menganggap mengambil pilihan mastektomi ganda yang sebenarnya tidak perlu.
Saat diagnosis pertama, ketakutan muncul yang membuat keputusan tersebut. Hal ini umumnya terjadi pada perempuan memiliki gen abnormal atau menyaksikan orang sekitar menderita kanker payudara. Sehingga sejumlah keputusan saat situasi emosional membuat orang-orang sulit menyerap dan memahami informasi yang tersedia.
Skrining dengan metode SADANIS (periksa payudara klinis) kini dapat tersedia di Puskesmas atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memiliki petugas kesehatan yang terlatih dan kompeten dan memiliki sarana maupun prasarana yang baik seperti Bidan Desa, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, Bidan Praktik Mandiri, RS, dan rumah bersalin.
Ada baiknya periksakan diri secara mandiri sejak awal. Datangi dokter bedah onkologi sebelum terlambat. Untuk mencegah hal buruk terjadi, jangan anggap remeh benjolan yang terasa berbulan-bulan di payudara. [dmr]