Scroll untuk baca artikel
Terkini

Masih Relevankah Teknologi Pesawat Tempur KF-21 bagi Indonesia?

Redaksi
×

Masih Relevankah Teknologi Pesawat Tempur KF-21 bagi Indonesia?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Ketua Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA), Kang Eun Ho dan timnya berencana akan bertolak ke Indonesia. Tujuannya untuk merundingkan tunggakan dana dari Indonesia sebesar 704,1 miliar won atas kerja sama kedua negara terkait pesawat tempur KF-21.

Banyak polemik  yang bermunculan. Salah satunya soal KF-21 bukan generasi kelima melainkan 4.5. Akibatnya, KF-21 menjadi generasi tanggung.

Pesawat tempur generasi kelima sudah mencakup teknologi utama yang berkembang selama abad ke-21, termasuk ruang senjata internal dan kemampuan supercruise. Teknologi itu terkait dengan konsep seperti siluman, kinerja penerbangan ekstrem, serta memiliki sistem komputerisasi yang canggih.

Sedangkan KF-21 belum memiliki dua komponen utama tersebut. Sehingga hal inilah, yang membuat KF-21 menjadi pesawat tempur generasi 4.5.

Namun, pengamat militer, Dr. Ade Muhammad mengatakan generasi 4.5 paling tepat bagi Indonesia. Sebab, biaya operasional generasi kelima sangat mahal.

“Generasi kelima itu Day One Fighter, jadi hanya berguna di hari pertama perang karena kebal radar, sisanya tidak dibutuhkan lagi. Udah paling bener 4.5,” kata Ade saat dihubungi oleh Barisanco.

Menurut laki-laki lulusan ITB ini, Amerika Serikat pun masih menggunakan F-15 dan F-16 karena biaya operasionalnya murah.

Soal maju-mundurnya Indonesia atas proyek kerja sama dengan Korsel tersebut, ia menyampaikan Indonesia bukan bangsa yang konsisten. Namun, Ade menegaskan jika Indonesia memerlukan teknologi tersebut.

“Kayak MiG 21-nya India atau Republik Rakyat Tiongkok, mereka mulai bisa buat dari utak-atik MiG 21. Makanya, China punya banyak sekali varian berbasis itu,” tambah Ade.

MiG-21 merupakan pesawat temput berjarak pendek milik Uni Soviet. China kemudian mengutak-atiknya menjadi JF-17, J-7, dan lainnya. Chengdu Aircraft Corporation China mengetahui desain dan cetak birunya. Inilah yang memungkinan China meningkatkan kapasitas kemampuan dan mengubah jenis pesawat tersebut.

Sementara itu, India juga meningkatkan melalui elektronik Israel yang canggih. Sayangnya, badan pesawat yang menua dan minimnya suku sadang menyebabkan masalah perawatan dan terjadinya banyak kecelakaan. Seperti yang terjadi bulan Mei lalu, jet tempur MiG-21 milik Angkatan Udara India jatuh saat sedang melakukan latihan rutin di Punjab, India. Seorang pilot  tewas akibat kejadian tersebut.

Indonesia berkontribusi  sebesar 20 persen dari biaya pengembangan KF-21 dengan Korsel. Sebagai imbalannya, selain 50 pesawat, Indonesia juga akan memperoleh transfer teknologi.

Meski pun, sebelumnya para insinyur PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sempat menyarankan renegoisasi karena pihak Korsel melarang Indonesia untuk mengakses bagian dari teknologi KF-X terutama yang berkaitan dengan AS. Akan tetapi, Ade menuturkan larangan itu wajar.

“Karena yang bagian itu sudah ada larangan dari Lockheed. Bagian dari deal beli F-35. Dibantu dengan teknologi AS,” tutur Ade.

Ade menyarankan agar Indonesia membuat versi satu mesin KF-21. Sehingga, konfigurasinya dapat seperti F-15 dua mesin dan F-16 mesin tunggal.

“Dengan kemiripan spare parts sehingga menjadi lebih murah. Enggak usah buat dari awal lagi. Kali ini versi satu mesinnya benar-benar punya kita,” ujar Ade. [rif]