Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Ilusi Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

Redaksi
×

Ilusi Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Kepala Ekonom Pusat Belajar Rakyat

Stabilitas Sistem Keuangan triwulan III 2021 dilaporkan dalam kondisi normal oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). KKSK terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Fungsi utama sistem keuangan adalah mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Sistem keuangan yang tidak stabil, tidak normal, atau fungsinya tidak berjalan secara efisien, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ketidakstabilan keuangan (financial instability) sering memberi dampak negatif pada efektivitas kebijakan moneter (moneter stability). Ketidakstabilan yang berlangsung cukup lama cenderung meningkat menjadi krisis yang berdampak luas terhadap perekonomian keseluruhan. Terutama jika industri perbankan tidak dapat mentransmisikan dengan baik arah kebijakan moneter dari bank sentral. 

Indonesia memiliki pengalaman buruk ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998. Perekonomian membayar mahal biaya krisis, serta butuh waktu lama memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.

Selama beberapa tahun terakhir, KKSK selalu melaporkan kondisi sistem keuangan dalam kondisi normat atau stabil.

Sebelum pandemi, KSSK lebih merupakan forum komunikasi dan saling pemahaman akan kebijakan masing-masing. Ketika pandemi berdampak buruk pada perekonomian, beberapa kebijakan penting diputuskan bersama dan direalisasikan lebih koordinatif.

Sumber ketidakstabilan yang paling diwaspadai antara lain dari gangguan eksternal. Dapat berupa kondisi terms of trade yang berdampak buruk pada aggregat supply jangka panjang, yang menahan laju pertumbuhan ekononomi. Bisa berupa pembalikan arah arus modal (capital outflow reversal) secara besar-besaran dalam waktu yang relatif singkat.

Kondisi pandemi sebenarnya berdampak signifikan pada sistem keuangan terkait dengan transaksi dengan pihak asing. Kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang nilainya menurun. Dari Rp1.061,86 triliun pada akhir Desember 2019 menjadi Rp927,02 triliun per 9 November 2021. Secara porsi, terjadi penurunan sangat signifikan, dari 38,57% menjadi hanya 20,74%.

Selain itu, posisi asing dalam perdagangan saham dan perdagangan obligasi korporasi memiliki arah berbeda dengan kondisi sebelum pandemi. Arus masuk modal finansial asing dalam bentuk investasi portofolio tampak lebih kecil.

Bagaimanapun, tekanan terhadap ketahanan eksternal dalam aspek keuangan memang masih tampak terkendali. Arus modal asing secara neto dalam investasi langsung dan investasi portofolio masih tercatat bersifat masuk (inflow). Ditambah terjadinya perbaikan signifikan dalam defisit transaksi berjalan (current account). Berbagai faktor itu membuat cadangan devisa masih terus bertambah.

Dampak terbesar pada sistem keuangan terlihat pada kondisi kredit perbankan. Lajunya sempat alami kontraksi selama setahun, kemudian stagnasi, dan hanya sedikit tumbuh belakangan ini.

Oleh karena penghimpunan dana perbankan tetap tumbuh, maka loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan sangat signifikan. Dari kisaran 94% menjadi hanya 80%. Sejalan dengan porsi penyaluran dana perbankan dalam bentuk kredit yang juga menurun, dari kisaran 70% menjadi 60%.

Upaya otoritas ekonomi mendorong laju kredit perbankan belum memberi hasil optimal. Transmisi kebijakan moneter dan makroperbankan dari Bank Indonesia tidak cukup efektif. Begitu pula dengan kebijakan mikroperbankan dari Otoritas Jasa Keuangan.