Scroll untuk baca artikel
Terkini

Terobosan Mitigasi Bencana untuk Destinasi Wisata, Dari Shelter Tsunami Cafe Hingga Akar Wangi

Redaksi
×

Terobosan Mitigasi Bencana untuk Destinasi Wisata, Dari Shelter Tsunami Cafe Hingga Akar Wangi

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Sektor pariwisata berkontribusi terhadap perekonomian di tanah air. Pada tahun 2020, sektor ini menyumbang 4,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau turun 0,6 persen dari tahun 2019 sebesar 4,7 persen.

Sebagai negara yang rawan bencana, ahli hidrologi, Yanto Ph.D menyarankan agar pemerintah menciptakan tempat wisata berbasis mitigasi bencana. Jadi di satu sisi menciptakan kunjungan pada sisi lain bisa mengurangi resiko bencana.

Yanto memberikan contoh Shelter Tsunami di Padang, Ia menyayangkan bangunan itu didesain khusus sebagai Shelter Tsunami saja, sehingga jika tidak ada kejadian tsunami bangunan tersebut tidak terpakai sehingga terlihat terbengkalai.

“Bayangkan kalau kita membangun itu, dalam dua puluh tahun tidak terjadi tsunami ya itu tidak akan terpakai. Karena itu, seharusnya shelter tsunami dapat beroperasi secara rutin,” kata Yanto dalam acara Webinar Fodiska bertema ‘Strategi Revitalisasi Sektor Pariwisata Berkelanjutan: Tantangan dan Harapan‘ pada Kamis (18/11/2021).

Kemudian, Yanto juga membayangkan membuat Shelter Tsunami Cafe di pinggir pantai. Ia menyebut dengan ketinggian tertentu dan tersedianya banyak anak tangga, kala tsunami terjadi, orang-orang bisa menyelamatkan diri dengan berlari ke atas.

“Apabila Tsunami tidak terjadi, Cafe itu dapat digunakan untuk tempat tongkrongan, staycation, santai sambil menikmati suasana pantai,” terangnya.

Terobosan mitigasi bencana tsunami lainnya adalah wisata hutan mangrove. Hutan mangrove ini bisa berfungsi meredam energi dan memperlambat gelombang tsunami.

“Tapi tidak semua bisa dterapkan seperti ini kalau pantainya mengandalkan keindahan pasir, otomatis tidak bisa menanam mangrove. Karena begitu ditanam, pasir putihnya akan terhalang dan tidak terlihat keindahannya,” papar Yanto.

Untuk mitigasi bencana banjir, dosen Universitas Jenderal Soedirman ini menyampaikan Indonesia dapat mencontoh riverside bamboo forest seperti Arashiyama di Kyoto.

“Ada banyak tempat yang bisa dipakai untuk ini. Ciliwung DAS-nya besar-besar kiri dan ke kanan,” ujar Yanto.

Bambu menurut Yanto juga mampu menahan air tanah cukup besar sampai 240 persen daripada hutan pinus. Bahkan, lanjutnya, bambu juga bisa menahan erosi.

“Kanan dan kirinya dikasih bambu, maka airnya akan menjadi jernih. Itu juga bisa menjadi tempat wisata tersendiri. Sekarang lagi tren orang bikin tempat makan di pinggir sungai gitu. Nah, kalau sungainya jernih kan menarik, tapi kalau sungainya kotor, orang makan juga jadi mikir,” lanjut Yanto.

Untuk bencana longsor, Lulusan Universitas Michigan ini menungkapkan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki tanaman vetiver atau akar wangi.

“Akarnya sangat dalam bisa mencapai dua bahkan sampai empat meter. Tapi bagian atasnya kecil. Tanaman ini memiliki kemampuan untuk mencengkram tanah sehingga berpotensi mengurangi bencana longsor,” jelasnya.

Selain sebagai mitigasi bencana, Yanto menuturkan jika berbentuk kebun yang instagramable akan menarik wisatawan berkunjung sebagai tempat wisata. Akar wangi ini juga punya potensi ekonomi.  Sebab, akarnya menjadi bahan baku minyak atsiri.

“Bukan hanya mitigasi bencana dan destinasi wisata, tapi juga fungsi ekonomi. Mungkin bisa jadi fungsi industri,” tutur Yanto.

Yanto mengingatkan perlunya berpikir secara terbalik dengan menghubungkan wisata dan bencana sehingga menciptakan sebuah destinasi wisata yang memiliki fungsi bagi mitigasi bencana juga. [rif]