Scroll untuk baca artikel
Terkini

Ahli Hidrogi Unsoed: Banyak Orang Keliru Memahami Mitigasi Bencana

Redaksi
×

Ahli Hidrogi Unsoed: Banyak Orang Keliru Memahami Mitigasi Bencana

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik yang mengakibatkan sangat rentan terhadap bencana.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tahun 2020 setidaknya telah terjadi 2.925 kejadian bencana alam. Sedangkan per 1 Januari hingga 31 Oktober 2021 telah terjadi 2.208 bencana alam.

Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Fodiska, ahli hidrologi, Yanto, Ph. D mengatakan meski hidup di daerah rawan, masih banyak orang keliru memahami mitigasi bencana. Menurut Yanto, bahkan sekelas website Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menuliskan bahwa mitigasi itu dari tanggap darurat hingga kemudian normalisasi.

“Kemudian tadi saya sempat baca, mitigasi gempa bumi misalnya, media online menulis kalau terjadi bencana seperti apa,” kata Yanto, Kamis (18/11/2021).

Ia menyampaikan mitigasi itu siklus dari penanggulangan sebelum bencana terjadi.

“Dalam siklus penanggulangan bencana ada upaya pencegahan dan mitigasi, lalu kesiapan, tanggap darurat, dan pemulihan. Dua pertama yaitu pencegahan dan mitigasi, serta kesiapan ini berada pada tahap sebelum bencana,” lanjut Yanto.

Yanto menambahkan pasca bencana, tahapannya tanggap darurat serta pemulihan. Tiap tahapan tersebut memiliki karakteristik, tindakan, serta tujuan yang berbeda.

Lulusan Universitas Michigan ini menjelaskan mitigasi bertujuan untuk mengurangi risiko dan dampak yang terjadi akibat bencana yang terjadi kepada masyarakat di daerah rawan bencana.

Strategi Mitigasi Bencana

Untuk meminimalisir risiko bencana, Yanto memberikan dua teknik yaitu supply dan demand.

“Dari supply bencana sendiri kita mungkin bisa melakukan upaya untuk mengurangi besaran dan dampaknya. Contohnya banjir jangan sampai sangat besar,” ujar dosen Universitas Jenderal Soedirman tersebut.

Ia melanjutkan di sisi demand, adanya peningkatan kapasitas masyarakat dengan kesiapan seperti, sedia perahu karet.

Akan tetapi, Yanto menegaskan bencana seperti gempa bumi, manusia tidak bisa mengurangi besarannya karena terjadi seacara alami.

“Yang kita bisa adalah meningkatkan kapasitas kita dalam menghadapinya. Salahsatunya dengan melakukan pendekatan yang natural. Bagaimana kita membangun struktur bangunan yang tahan gempa,” tegas Yanto.

Yanto menuturkan beberapa arahan kegiatan mitigasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan mitigasi bencana.

“Jadi, ada perencanaan dan pelaksaan tata ruang, pengaturan pembangunan infrastruktur, kemudian yang ketiga adalah pendidikan masyarakat,” pungkas Yanto. [rif]