BARISAN.CO – Sedikitnya 60 orang warga Amerika Serikat tewas saat musim dingin ekstrem melanda Texas. Sebagaimana diberitakan BBC, penyebab tewasnya mereka disebabkan karena keracunan karbon monoksida saat mereka menjalankan mobil dan generator di dalam ruangan agar tetap hangat. Selain itu juga, hampir setengah dari penduduk atau sekitar 13 juta orang menghadapi gangguan layanan air bersih. Pekan lalu, ratusan sistem air rusak akibat pembekuan.
Menurut ahli Hidrologi Yanto PhD, sistem penyediaan air di Amerika merupakan sistem terpusat, dimana warga mendapatkan air melalui jaringan penyediaan air minum yang disediakan oleh perusahaan. Hanya 13% dari kebutuhan air rumah tangga yang dipenuhi secara mandiri, biasanya menggunakan sumur.
“Dengan sistem terpusat tersebut, kualitas air yang diterima oleh penduduk seragam dan terjaga, sehingga dapat langsung diminum. Sisi buruknya adalah apabila ada permasalahan serius dalam jaringan distribusi air, seperti yang terjadi saat ini dimana jaringan pipa mengalami kerusakan karena suhu ekstrem, maka distribusi air minum ke seluruh penduduk yang berada di dalam jaringan tersebut akan terganggu,” ujar Yanto saat dihubungi tim Barisanco pada Rabu (27/2/2021).
Yanto yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika itu menambahkan, gangguan distribusi air tersebut apabila berlangsung cukup lama akan menyebabkan krisis air karena penduduk tidak memiliki sumber air yang lain. Hal ini disebabkan mekanisme untuk mengeksploitasi air tanah melalui sumur harus melalui proses perizinan yang ketat.
Kondisi berbeda dialami Indonesia. Pria asal Blora tersebut menyampaikan jika cakupan layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), yaitu rasio antara jumlah penduduk yang dilayani oleh PDAM terhadap jumlah total penduduk, pada tahun 2019 hanya sekitar 35%.
“Artinya, 65% penduduk memiliki sistem penyediaan air bersih mandiri. Biasanya menggunakan sumur. Hal ini karena pembuatan sumur untuk eksploitasi air tanah dangkal tidak memerlukan izin dari pemerintah,” terang Yanto.
Yanto menambahkan dalam konteks tersebut, krisis air dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu perubahan iklim dan penurunan muka air.
“Perubahan iklim, distribusi hujan berubah. Musim kemarau dapat menjadi lebih kering dari biasanya. Akibatnya, supply air pada musim kemarau yang diolah oleh PDAM akan berkurang mengakibatkan turunnya kapasitas layanan PDAM. Kemudian, air tanah akan mengalami penurunan muka airnya secara terus-menerus akibat eksploitasi yang konsisten dan menurunnya laju pengisian akibat perubahan iklim tersebut di atas dan perubahan tata guna lahan,” pungkas Yanto.
Perlu diketahui, Forum Air Dunia memprediksi krisis air di Indonesia akan mulai terasa pada 2025. Hal ini tentu menjadi salah satu tantangan terbesar umat manusia kedepannya, bagaimana memastikan masyarakat mencapai akses universal kepada air bersih. Faktanya laju pertumbuhan penduduk berbanding terbalik dengan kemampuan tanah untuk menyediakan sumber air bersih bagi manusia. []