Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Kolom Analisis Awalil Rizky

Ilusi Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

:: Awalil Rizky
19 November 2021
dalam Analisis Awalil Rizky
Ilusi Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

Ilustrasi: barisan.co/Thomi

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh: Awalil Rizky, Kepala Ekonom Pusat Belajar Rakyat

Stabilitas Sistem Keuangan triwulan III 2021 dilaporkan dalam kondisi normal oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). KKSK terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Fungsi utama sistem keuangan adalah mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Sistem keuangan yang tidak stabil, tidak normal, atau fungsinya tidak berjalan secara efisien, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ketidakstabilan keuangan (financial instability) sering memberi dampak negatif pada efektivitas kebijakan moneter (moneter stability). Ketidakstabilan yang berlangsung cukup lama cenderung meningkat menjadi krisis yang berdampak luas terhadap perekonomian keseluruhan. Terutama jika industri perbankan tidak dapat mentransmisikan dengan baik arah kebijakan moneter dari bank sentral. 

BACAJUGA

Konflik Lahan di Kalsel

Konflik Lahan di Kalsel Darurat Keadilan, Koalisi Masyarakat Kalsel Meminta Perlindungan LPSK

17 Juni 2022
Meningkatnya Risiko Arus Modal Keluar Secara Mendadak

Meningkatnya Risiko Arus Modal Keluar Secara Mendadak

9 Juni 2022

Indonesia memiliki pengalaman buruk ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998. Perekonomian membayar mahal biaya krisis, serta butuh waktu lama memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.

Selama beberapa tahun terakhir, KKSK selalu melaporkan kondisi sistem keuangan dalam kondisi normat atau stabil.

Sebelum pandemi, KSSK lebih merupakan forum komunikasi dan saling pemahaman akan kebijakan masing-masing. Ketika pandemi berdampak buruk pada perekonomian, beberapa kebijakan penting diputuskan bersama dan direalisasikan lebih koordinatif.

Sumber ketidakstabilan yang paling diwaspadai antara lain dari gangguan eksternal. Dapat berupa kondisi terms of trade yang berdampak buruk pada aggregat supply jangka panjang, yang menahan laju pertumbuhan ekononomi. Bisa berupa pembalikan arah arus modal (capital outflow reversal) secara besar-besaran dalam waktu yang relatif singkat.

Kondisi pandemi sebenarnya berdampak signifikan pada sistem keuangan terkait dengan transaksi dengan pihak asing. Kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang nilainya menurun. Dari Rp1.061,86 triliun pada akhir Desember 2019 menjadi Rp927,02 triliun per 9 November 2021. Secara porsi, terjadi penurunan sangat signifikan, dari 38,57% menjadi hanya 20,74%.

Selain itu, posisi asing dalam perdagangan saham dan perdagangan obligasi korporasi memiliki arah berbeda dengan kondisi sebelum pandemi. Arus masuk modal finansial asing dalam bentuk investasi portofolio tampak lebih kecil.

Bagaimanapun, tekanan terhadap ketahanan eksternal dalam aspek keuangan memang masih tampak terkendali. Arus modal asing secara neto dalam investasi langsung dan investasi portofolio masih tercatat bersifat masuk (inflow). Ditambah terjadinya perbaikan signifikan dalam defisit transaksi berjalan (current account). Berbagai faktor itu membuat cadangan devisa masih terus bertambah.

Dampak terbesar pada sistem keuangan terlihat pada kondisi kredit perbankan. Lajunya sempat alami kontraksi selama setahun, kemudian stagnasi, dan hanya sedikit tumbuh belakangan ini.

Oleh karena penghimpunan dana perbankan tetap tumbuh, maka loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan sangat signifikan. Dari kisaran 94% menjadi hanya 80%. Sejalan dengan porsi penyaluran dana perbankan dalam bentuk kredit yang juga menurun, dari kisaran 70% menjadi 60%.

Upaya otoritas ekonomi mendorong laju kredit perbankan belum memberi hasil optimal. Transmisi kebijakan moneter dan makroperbankan dari Bank Indonesia tidak cukup efektif. Begitu pula dengan kebijakan mikroperbankan dari Otoritas Jasa Keuangan.

Lembaga pembiayaan tampak belum pulih, setelah cukup terdampak oleh pandemi. Kelompok perusahaan pembiayaan mengalami penurunan kinerja dalam hal nilai aset dan laba. Terutama karena berkurangnya perolehan pendapatan dari hasil penyaluran pembiayaa. Pelaku kelompok ini pun berkurang, dari 184 entitas pada Desember 2019 menjadi 165 entitas pada Agustus 2021.

Kelompok lembaga pembiayaan yang justru mengalami peningkatan aset adalah perusahaan pembiayaan infrastruktur. Pelakunya hanya dua BUMN, yaitu PT. Sarana Multi Infrastruktur dan PT. Pembiayaan Infrastruktur Indonesia. Peningkatannya lebih mencerminkan pilihan kebijakan fiskal dibanding kondisi perekonomian.

Kondisi industri asuransi dilihat dari indikator umum keuangannya memang tampak tidak terlampau terpukul pandemi. Antara lain dalam hal nilai aset, premi bruto, dan investasi. Namun, kondisi riilnya berpotensi menyamarkan banyak persoalan. Antara lain dalam hal kualitas dari investasi, terindikasi dari beberapa kasus yang mengemuka pada beberapa entitas asuransi berskala besar.

Secara keseluruhan, wajar jika otoritas ekonomi mengklaim sistem keuangan dalam kondisi stabil. Namun, perlu diwaspadai kerentanan yang “tersembunyi” dalam beberapa aspek rinci dari sistem keuangan. Ada indikasi terjadi peningkatan risiko atau kerentanan atas guncangan pada waktu mendatang.

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah makin kait berkaitnya hubungan keuangan antar entitas, serta dengan kondisi keuangan negara. Hubungannya telah sedemikian rupa, yang meningkatkan risiko penularan jika kondisi buruk terjadi pada satu pihak.

Gambaran umum kondisi demikian antara lain dalam hal: penyaluran dana perbankan, kepemilikan SBN oleh Bank Indonesia, serta komposisi penyaluran dana atau investasi dari industri keuangan nonbank.

Selama periode akhir Desember 2019 sampai dengan akhir Juni 2021, porsi penyaluran dana bank umum berupa kredit turun dari 68,64% menjadi 59,80%. Saat bersamaan, penempatan pada Bank Indonesia meningkat dari 9,26% menjadi 10,40%. Dalam bentuk surat berharga, meningkat dari 12,23% menjadi 17,74%, yang sebagian besarnya berupa SBN.  

Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia meningkat pesat selama era pandemi, terutama karena kebijakan “burden sharing”. Dari senilai Rp273,21 triliun pada akhir Desember 2019 menjadi Rp1.005,73 triliun per 9 November 2021. Porsi kepemilikanya, melesat dari 9,93% menjadi 22,50%.

Kepemilikan SBN domestik oleh asuransi dan dana pensiun juga meningkat, dari Rp471,67 triliun per akhir Desember 2019 menjadi Rp654,20 triliun per 9 November 2021. Secara porsi terhadap total memang menurun, karena kepemilikan BI dan bank yang naik lebih pesat. Namun dilihat dari komposisi industri asuransi dan dana pensiun sendiri, terjadi kenaikan porsi yang berbentuk SBN.

Dari uraian di atas, kebijakan fiskal sangat ekspansif yang meningkatkan penerbitan SBN secara signifikan berdampak besar pada kondisi industri keuangan. SBN menjadi makin dominan sebagai instrumen dalam hal jenis investasi dan bentuk penyaluran dana industri perbankan dan nonbank (IKNB).

Sejauh ini, dinamika tersebut menyumbang positif dalam aspek stabilitas. Pendapatan bank dan IKNB “tertolong” oleh bunga SBN yang diterima, dan tergolong aset atau investasi yang aman. Bank Indonesia pun tampak masih mampu menanggung bagian bebannya. Pemerintah juga masih bisa mengatur arus kas APBN dalam memenuhi kewajibannya.

Akan tetapi, dominasi SBN membuat kondisi likuiditas sistem keuangan menjadi terkendala besar untuk mendukung pemulihan ekonomi. Proses pemulihan ekonomi pada akhirnya membutuhkan “darah segar” berupa likuditas yang mencukupi. Porsi kepemilikan SBN yang besar dari banyak pelaku industri keuangan akan menyulitkan “pencairannya” jika dibutuhkan.

Sebagai contoh, jika perbankan bermaksud mengubah kepemilikan SBN nya menjadi kredit, maka kondisi pasar obligasi belum tentu kondusif. Mekanisme melalui Bank Indonesia akan terkendala kepemilikan yang juga sudah sangat banyak. Serapan pasar SBN oleh pelaku industri keuangan lainnya tampak sudah maksimal. Sementara itu, belum ada tanda-tanda pihak asing bergairah atas pasar obligasi Indonesia.

Skenario yang lebih buruk dapat saja terjadi. Terjadi goncangan eksternal paska pandemi ataupun pandemi susulan. Pemerintah terpaksa menerbitkan SBN dalam jumlah yang masih sangat besar. Daya serap pasar SBN sudah maksimal. Kemampuan Bank Indonesia untuk menanggung beban sudah tak bisa diandalkan. Besar kemungkinan akan ada “komplikasi kondisi” yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dengan demikian, stabilitas sistem keuangan yang saat ini dilaporkan normal oleh KKSK mungkin menyamarkan kerentanan. Kerentanan tidak berarti kondisinya pasti akan berubah menjadi buruk, apalagi krisis. Lebih menggambarkan ketahanan yang melemah dan risiko yang meningkat. [rif]

Editor: Thomi Rifa'i
Topik: Awalil RizkyBank IndonesiaKomite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK)Otoritas Jasa Keuangan (OJK)Sistem Keuangan Indonesia
Awalil Rizky

Awalil Rizky

Kepala ekonom Pusat Belajar Rakyat | Seorang pembelajar ekonomi yang berupaya memberi informasi dan edukasi (literasi) | Berpandangan bahwa tiap warga negara berhak tahu kondisi ekonomi negeri.

POS LAINNYA

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Lima)
Analisis Awalil Rizky

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Lima)

1 Juli 2022
Beberapa Kelemahan Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah
Analisis Awalil Rizky

Beberapa Kelemahan Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah

30 Juni 2022
Kurang Meyakinkan, Laporan Keuangan Program PC-PEN Tahun 2021
Analisis Awalil Rizky

Kurang Meyakinkan, Laporan Keuangan Program PC-PEN Tahun 2021

28 Juni 2022
Tidak Ada Laporan BPK Tentang Kesinambungan Fiskal Tahun 2021
Analisis Awalil Rizky

Tidak Ada Laporan BPK Tentang Kesinambungan Fiskal Tahun 2021

25 Juni 2022
Meningkatnya Simpanan Bernilai di Atas Lima Milyar Rupiah
Analisis Awalil Rizky

Meningkatnya Simpanan Bernilai di Atas Lima Milyar Rupiah

23 Juni 2022
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Empat)
Analisis Awalil Rizky

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Empat)

15 Juni 2022
Lainnya
Selanjutnya
Terobosan Mitigasi Bencana untuk Destinasi Wisata, Dari Shelter Tsunami Cafe Hingga Akar Wangi

Terobosan Mitigasi Bencana untuk Destinasi Wisata, Dari Shelter Tsunami Cafe Hingga Akar Wangi

Luncurkan Ragam Layanan  Digital, Bank DKI Dorong UMKM Bertransformasi ke Digital

Luncurkan Ragam Layanan Digital, Bank DKI Dorong UMKM Bertransformasi ke Digital

TRANSLATE

TERBARU

Aksi Bar-Bar Kembali Terjadi di Babarsari DIY, Sri Sultan: Kekerasan Fisik Jangan Jadi Kebiasaan

Aksi Bar-Bar Kembali Terjadi di Babarsari DIY, Sri Sultan: Kekerasan Fisik Jangan Jadi Kebiasaan

4 Juli 2022
batubara

Permintaan Batubara Eropa Meningkat, Apakah Industri Tambang Indonesia Siap?

4 Juli 2022
5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

4 Juli 2022
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

4 Juli 2022
Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

4 Juli 2022
kekuasaan allah

Tanda Kekuasaan Allah, Bagi Kaum yang Berfikir

4 Juli 2022
hukum dan peraturan

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

4 Juli 2022

SOROTAN

Anies Bukan Pemimpin Biasa
Opini

Anies Bukan Pemimpin Biasa

:: Redaksi
3 Juli 2022

Penulis: Laode Basir, Koordinator Relawan ANIES TIAP orang memang merupakan pemimpin. Sekurangnya memimpin keluarga atau dirinya sendiri. Beberapa diantaranya diberi...

Selengkapnya
Anies Sunny Tanuwidjaja

Sunny yang Membelot, Anies yang Dirisak

2 Juli 2022
Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

1 Juli 2022
anies holywings

Anies, Holywings dan Lidah Buzzer yang Kelu

30 Juni 2022
minyak goreng dan pertalite melalui aplikasi

Pembelian Pertalite dan Migor Melalui Aplikasi Berpotensi Timbulkan Kegaduhan

30 Juni 2022
Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

30 Juni 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang