DAKWAH, menurut M.S. Nasaruddin Latif adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mematuhi Allah SWT sesuai dengan garis akidah dan syari’ah serta akhlak Islamiyah. Secara makro, menurut Amrullah Ahmad dalam buku “Dakwah dan Perubahan Sosial”, eksistensi dakwah Islam senantiasa bersentuhan dan bergelut dengan realitas yang mengitarinya.
Diantara realitas yang mengitari dan dihadapi oleh para juru dakwah, dai atau daiyah saat ini adalah umat kini memasuki kehidupan atau dunia baru yang disebut dengan era metaverse. Mungkin setelah era metaverse, akan ada era baru lagi. Namanya saja manusia, tidak pernah puas. Kreativitas dan inovasi di bidang teknologi memungkinkan manusia untuk mewujudkan imajinasi atau bahkan halusinasinya menjadi suatu kenyataan empirik.
Lalu, apa itu metaverse? Secara leksikal, metaverse berasal dari dua kata yakni: “meta” dan “universe”. Meta artinya adalah digital sedangkan universe berarti semesta. Jika dua kata tersebut digabungkan menjadi metaverse akan bermakna: “Semesta Digital”. Jadi, metaverse adalah suatu dunia rekaan/virtual kreasi manusia yang di dalamnya manusia bisa beraktivitas seperti halnya di dunia nyata. Tetapi dengan teknologi dan fasilitas yang jauh lebih canggih serta lebih indah.
Mengutip pada Cindrum, sebuah platform metaverse berbasis blockchain. Metaverse diartikan sebagai dunia nyata yang diciptakan oleh konvergensi virtualitas dan realitas. Dunia virtual ini berinteraksi dengan dunia nyata pada tingkat yang sepenuhnya baru. Metaverse adalah langkah evolusioner berikutnya setelah munculnya internet dan media sosial. Metaverse tidak hanya mengubah cara kita terhubung ke internet, tetapi juga apa yang kita sambungkan ke internet.
Valent Budiono, CEO Cindrum berpendapat, dalam Cindrum, para pengguna dapat menggunakan kacamata oculus untuk melewati pengalaman yang berbeda di dalam dunia virtual, layaknya berada di dunia sebenarnya. Misalnya, di dunia nyata kita sedang duduk di kamar. Tapi di dalam metaverse, kita sedang bercocok tanam atau sedang berkendara dengan pasangan. Inilah yang akan sangat menarik nantinya. Avatar kita bisa bertemu dengan avatar lain dari berbagai belahan dunia.
Seperti apa penggambaran metaverse dapat disimak dari beberapa tayangan serial Black Mirror. Di Season 3 Episode 4 “San Junipero” dan Season 5 “Striking Vipers” yang menggambatkan bahwa manusia bisa masuk ke dalam dunia virtual dan melakukan aktivitas di dalamnya layaknya di dunia nyata. Inilah yang ke depannya akan benar-benar terjadi di keseharian kita.
Di era metaverse, batas antara dunia nyata dan dunia menjadi kabur. Saking merasa nyaman seseorang bisa saja lupa bahwa dirinya sedang berada di dunia maya. Dalam imajinasi metaverse memang menggiurkan. Orang bisa pergi ke suatu tempat yang jauh ataupun dekat tanpa harus meninggalkan lokasi dari mana kita berdiri. Cukup pasang kaca mata oculus kemudian segera meluncur ke tujuan dan seterusnya.
Implikasinya Terhadap Dakwah
Dalam dunia dakwah, dikenal sejumlah unsur yang melekat di dalamnya dan berhubungan atau saling mempengaruhi. Kesemua itu harus bergerak secara simultan dan dinamis serta diadaptasikan dengan tantangan yang terjadi. Unsur-unsur dakwah itu antara lain da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).
Di masa lalu, dan saat ini juga banyak dilakukan dan diandalkan oleh para juru dakwah adalah melakukan dakwah secara tatap muka (ofline) melibatkan subyek dakwah (dai) dengan objek dakwah (mad’u), dengan menggunakan metode dan instrumen konvensional. Tetapi setelah masuk era digital, mulai banyak dai atau daiyah, melakukan dakwah secara non konvensional dengan memanfaatkan aplikasi atat platform digital yang terdapat di media sosial, seperti Instagram, Youtube, Tiktok dan lain sebagainya.