Salah satu kekurangan dalam pendidikan kita adalah membangun mental pembelajar. Kultur pendidikan kita cenderung menempatkan belajar sebagai aktivitas rutin dimana guru berposisi sentral dalam kegiatan belajar mengajar.
SEKOLAH adalah tempat belajar. Setiap hari siswa belajar berbagai mata pelajaran di sekolah. Belajar merupakan kegiatan utama siswa di sekolah dan berlanjut di rumah ketika ada tugas. Namun ada hal unik terjadi di sekolah.
Meski tiap hari belajar, tidak serta merta siswa menjadi pembelajar. Umumnya siswa belajar karena tuntutan sekolah. Sementara pembelajar adalah soal mental, yakni hasrat ingin tahu disertai usaha mencari dan menemukan sehingga belajar adalah kebutuhan.
Idealnya antara belajar dan pembelajar satu kesatuan. Sekolah harusnya menciptakan siswanya menjadi pembelajar agar kegiatan belajar di sekolah menjadi ‘hidup’ dan penuh elan. Pada praktIknya yang terjadi tidak demikian. Sekolah hanya menjadi aktivitas rutin siswa belajar tanpa diikuti mental pembelajar.
Di negara maju mental pembelajar adalah sebuah kultur, lebih dari sekedar belajar rutin di sekolah. Terbangunnya mental pembelajar membuat siswa punya semangat, inisiatif dan kemandirian dalam belajar. Pembelajar menjadikan belajar sebagai kebutuhan yang tak bisa dicegah sehingga belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja serta menggunakan instrumen apa saja. Sekolah hanya salah satu wahana belajar.
Di Singapura, jauh sebelum pandemi, telah menciptakan platform daring untuk siswa belajar dari rumah. Namanya Student Learning Space (SLS), sebuah portal pendidikan yang di dalamnya berisi berbagai kebutuhan belajar termasuk fasilitas komunikasi guru dan siswa.
Konsep SLS pada awalnya didesain untuk siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar. Fasilitas pendidikan ini membuat siswa terus bisa belajar meski tidak berada di sekolah. Dahaga belajar siswa menjadi tersalurkan dengan fasilitas yang sediakan negara. Masa pandemi Covid 19 siswa sekolah di Singapura relatif terselamatkan dengan adanya kultur pembelajar yang sudah terbangun.
Salah satu kekurangan dalam pendidikan kita adalah membangun mental pembelajar. Kultur pendidikan kita cenderung menempatkan belajar sebagai aktivitas rutin dimana guru berposisi sentral dalam kegiatan belajar mengajar. Pada kultur pendidikan semacam ini siswa sangat bergantung pada guru, kurang inisiatif dan kehilangan kemandirian dalam belajar.
Hal ini berakibat belajar hanya berlangsung di sekolah atau ketika ada tugas. Diluar itu tak ada lagi belajar. Siswa justru terkesan merasakan ‘merdeka belajar’ ketika telah menyelesaikan agenda belajar di sekolah. Jam istirahat, jam pulang, usai ujian, liburan dll, adalah saat saat siswa melepas beban belajar. Bahkan mereka yang sudah selesai menamatkan sekolah dan mendapatkan bermacam gelar akademik umumnya berhenti belajar.