Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Berutang Berdampak Pada Masalah Emosional

Redaksi
×

Berutang Berdampak Pada Masalah Emosional

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Bank digital besutan CT Corp, Allo Bank menawarkan pembayaran melalui Buy Now Pay Later (BNPL). Selain kemudahan, Allo Bank juga memberikan limit yang lebih besar ketimbang e-commerce atau e-wallet lainnya, yakni hingga Rp100 juta.

Namun, sebuah survei yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu menunjukkan, layanan BNPL ini justru membentuk utang baru. Laporan yang dirilis oleh Financial Counseling Australia dan asosiasi konseling keuangan negara bagian dan teritori menemukan, 61% konselor keuangan mengatakan, sebagian besar atau semua kliennya berjuang untuk membayar biaya hidup lainnya. Klien mereka mengalami tekanan keuangan karena terlalu berkomitmen dalam menggunakan produk.

Kemudahan berbelanja membuat banyak orang menggunakan Buy Now Pay Later. Mengutip CNBC, di AS, 4 dari 5 konsumen juga menggunakannya mulai dari pakaian hingga perlengkapan kebersihan.

Rekan di Pusat Bisnis dan Pemerintah Mossavar-Rahmani di Harvard Kennedy School, Marshall Lux menyebut, ketika orang mulai membeli barang-barang rumah tangga secara kredit, itu menandakan adanya masalah.

Menurut Marshall, dua dari pertiga peminjam BNPL adalah kaum muda yang membuat mereka sangat rentan terhadap guncangan atau kemungkinan penurunan ekonomi.

Direktur The Consumer Financial Protection Bureau, Rohit Chopra menyatakan, BNPL mendorong konsumen mendapatkan produk dengan segera, namun juga langsung memperoleh utang.

Berutang Berdampak Bagi Masalah Emosional

Sialnya, orang yang berutang berdampak pada masalah lain. Seperti disebutkan Debt.org, beberapa penelitian menemukan, mengkhawatirkan utang memicu stres, yang mengurangi ketahanan terhadap masalah kesehatan mental.

Studi lain menunjukkan, masalah kesehatan mental dapat mengurangi kontrol diri, meningkatkan pengeluaran, dan pada dasarnya mengacaukan penilaian keuangan seseorang. Pola perilaku memaksa segelintir orang berbelanja tanpa menahan diri bisa mendorongnya ke dalam utang. Terlepas dari bagaimana caranya, hidup dengan memiliki utang memicu respon emosional yang meresahkan.

Selain itu, orang-orang yang berbelanja secara kompulsif mengabaikan kondisinya memburuk. Mereka menunda berurusan dengan masalah sampai kredit ditolak, ancaman penyitaan, tindakan hukum, panggilan telepon yang melecehkan dari debt collector.

Beberapa gejala penyangkalan utang, antara lain; meremehkan jumlah utang yang dimiliki, membiarkan uang kertas belum dibuka atau hanya memasukkannya dalam laci, membuka kredit baru ketika yang lama sudah habis, dan mengatakan pada diri sendiri, semua orang berada dalam situasi sama.