BARISAN.CO – Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan tujuan beribadah ikhlas kepada Yang Maha Pemberi Rezeki. Ibadah kurban hukumnya adalah sunah muakkadah atau sunah yang sangat ditekankan pengerjaannya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut, dikarenakan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) saaat ini tengah menjangkit hewan ternak khususnya sapi dan kambing, Yaqut meminta umat muslim tidak terlalu memaksakan melakukan kurban.
“Perlu disampaikan hukum kurban itu adalah sunnah muakkad, sunah yang dianjurkan jadi bukan wajib. Artinya jika dalam kondisi tertentu kurban ini tidak bisa dilaksanakan, maka kita tidak boleh memaksakan. Akan dicarikan alternatif yang lain, tentu saja,” kata Yaqut.
Yaqut mengatakan, menjelang Idul Adha pada awal Juli 2022, kebutuhan hewan ternak terutama sapi dan kambing akan meningkat. Namun, karena saat ini terdapat persebaran wabah PMK di Indonesia, maka Kemenag akan menerbitkan peraturan baru mengenai kurban hewan ternak di masa wabah PMK.
Menag juga akan berkoordinasi dengan organisasi masyarakat keagamaan untuk bersama-sama menyampaikan ke masyarakat mengenai hukum kurban adalah bukan wajib.
“Dalam satu dua hari ini kita akan segera koordinasikan dengan ormas-ormas Islam agar bisa disampaikan kepada masyarakat, kepada publik apa hukumnya kurban dan bagaimana kurban dalam situasi seperti sekarang, di mana wabah PMK ini sedang menjangkiti Indonesia,” papar Yaqut.
Kemenag juga akan mengikuti aturan dari Satuan Tugas Penanganan PMK yang dipimpin Kepala BNPB Suharyanto. Satgas Penanganan PMK merupakan organisasi baru yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Fatwa MUI terkait Hewan Kurban dengan PMK
Sejalan dengan hal tersebut, Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hewan yang terkena Foot and Mouth Disease atau PMK gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.
Melansir laman resmi MUI, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh memaparkan bahwa hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan atau yang sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
Hewan tersebut baru sah dikurbankan apabila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yaitu 10, 11, 12, dan 13 Zulhijjah. Jika hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.
Sementara itu, menurut Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban. [rif]