Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Mencermati RAPBN Tahun 2023 (Bagian Satu)

Redaksi
×

Mencermati RAPBN Tahun 2023 (Bagian Satu)

Sebarkan artikel ini

RANCANGAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023 diajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 16 Agustus 2022 lalu. RAPBN tersebut diberi pengantar oleh pidato Presiden dan pidato Menteri Keuangan. Dilengkapi dengan dokumen Nota Keuangan yang menjelaskan latar belakang, proyeksi kondisi ke depan, serta pilihan kebijakan.

Tema kebijakan fiskal dan RAPBN tahun 2023 dinyatakan berupa kalimat, “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Dijelaskan mengenai APBN akan terus dioptimalkan menjalankan fungsinya dalam mendukung produktivitas dan penguatan sosial-ekonomi masyarakat.

Ada lima fokus yang disebut menunjang tema tersebut. Yaitu: (1) penguatan kualitas SDM yang terampil, produktif, dan berdaya saing; (2) melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas, di bidang energi, pangan, konektivitas, dan transportasi; (3) pemantapan efektivitas implementasi reformasi birokrasi; (4) pelaksanaan revitalisasi industri; dan (5) pembangunan dan pengembangan ekonomi hijau.

Perlu ditelisik lebih lanjut mengenai dukungan atas topik dan fokus tersebut dalam postur, rincian alokasi, dan pilihan kebijakan teknis. Narasi kebijakan hanya bersifat kosmetik jika tidak tergambar jelas dalam beberapa aspek itu. Bahkan, bisa saja diartikan sebagai penjelasan yang dipaksakan kemudian, setelah rincian ditetapkan.   

Informasi sangat penting dari postur APBN 2023 adalah tentang Belanja Negara, yang direncanakan mencapai Rp3.041,74 Trilyun. Nilainya turun dari prakiraan pemerintah atas realisasi (outlook) 2022. Perlu diketahui, penurunan belanja akan menjadi pertama kali sejak tahun 2009. Biasanya, selalu meningkat. 

Penurunan nilai riil dari belanja kemungkinan lebih signifikan karena adanya faktor inflasi. Harga dan biaya input dari berbagai macam barang dan jasa mengalami kenaikan. Meski narasi spending better kerap diutarakan, namun masih dilaporkan adanya berbagai belanja yang tidak efektif dan efisien.

Pemerintah pun masih sering mengedepankan penjelasan tentang APBN dengan pendekatan input. Misalnya tentang alokasi dana untuk program prioritas dan bidang tertentu yang sangat besar atau meningkat. Kadang memang disertai informasi tentang sebagian produk atau output, yang terkesan “dipilah pilih”.  

Bisa saja memang terjadi peningkatan dalam alokasi dalam penggunaan input, namun menurun atau stagnan dalam hal output. Baik karena kenaikan harga dan biaya atau belanja yang kurang efisien. Dapat pula terjadi peningkatan alokasi dana (input) dan ada penambahan produk (output), namun ternyata kurang bermanfaat dalam hal dampak (outcome dan impact).

Padahal, tentang outcome dan impact nyaris tidak pernah dikomunikasi secara jelas kepada publik. Bahkan tampak samar jika dicermati dalam berbagai dokumen seperti Nota Keuangan dan dokumen lebih terinci berikutnya. Evaluasi kebijakan tentang aspek ini pun jarang dilakukan.

Pengamatan umum atas belanja dengan pendekatan nilai input pun sebenarnya telah memberi gambaran yang kurang mendukung atas narasi dan fokus kebijakan. Sebagai contoh dalam hal rincian berupa Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Belanja Non K/L. Keduanya memang sama-sama menurun, namun belanja Non K/L telah melampaui Belanja K/L. Selama era reformasi, hal demikian baru terjadi pada outlook 2022 dan RAPBN 2023.

Dikaitkan dengan tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”, cukup jelas bahwa belanja K/L yang berpotensi lebih mendukung. Sedangkan Belanja Non K/L memiliki kaitan yang lebih lemah atau bersifat tidak langsung. Belanja Non K/L antara lain berupa pembayaran bunga utang, subsidi dan belanja lain-lain. dengan tema RAPBN 2023 yaitu,