Buku tulisan Ardi Kafha ini berbicara soal nilai manusia dan kemanusiaan sebagai pusat kehidupan
BARISAN.CO – Buku Terdikte Allah, Lantas …? ditulis pegiat literasi di Ungaran Kabupaten Semarang, Ardi Kafha. Judul buku menghimpun 19 tulisan dari berbagai macam catatan.
Sosok yang biasa mengulas buku-buku orang lain sebagai bagian dari aktivitas literasi yang biasa Ardi Kafha geluti ini, keluar dari mengulas lalu menulis sebuah catatan sehingga terhimpun menjadi buku.
Ardi Kafha mengatakan buku Terdikte Allah, Lantas …?” judul buku yang menghimpun 29 tulisan. Saya pilih angka 29 karena saya sesuaikan dengan tanggal naskah saya serahkan.
“Semula saya menjuduli “Lantas …?”, yang ternyata kurang marketable, dan memang ya, sangat tidak nendang,” terangnya.
Menurut penulisnya, buku ini memotret tentang citra manusia dan kemanusiaan, yang menjadi minat terbesar saya selama ini. Meski, terus terang ini hanyalah sebuah catatan. Sungguh, ini adalah sekumpulan catatan.
“Catatan yang saya sadap dari youtube-nya Gus Baha, dan pelbagai diskusi offline dengan keluarga homeschooler CMid Semarang. Catatan yang saya pungut dari sekelebatan peristiwa, atau kenangan. Catatan yang saya saring dari hasil bacaan seperti buku “The Tao of Islam”, “The Message of the Quran”, “Secawan Cinta”, “Anak Semua Bangsa”,” sambungnya.
Meski demikian, lebih lanjut Ardi Kafha menuliskan catatannya secara runtut.
“Walau ini sehimpun catatan, tapi saya susun runtut. Sehingga, teman-teman pembaca saya sarankan tidak asal pilih memulai yang kedua, atau ketiga, atau langsung membaca yang pamungkas yang berjudul “Lantas…?”, sebelum membaca yang pertama,” terangnya.
Kemudian buku “Terdikte Allah, Lantas…?” menurutnya, ditulis dalam konsep, “Bila kita hidup, Allah akan mati. Bila kita mati, Allah akan hidup.” Artinya, bagaimana mungkin kita pantas untuk membanggakan diri sendiri, mengagungkan diri sendiri, mengunggulkan diri sendiri, karena toh yang demikian sama dengan menuhankan diri sendiri, yang artinya pula, kita telah meniadakan Allah, Tuhan yang sesungguhnya dalam hati.
“Bahwa “Terdikte Allah” itu seperti keadaan orang yang telah meninggal: akan tampil tanpa mempertahankan keakuan, dan tidak bersandar pada apa yang dimiliki,” jelasnya.
Budayawan, Eko Tunas mengatakan buku Terdikte Allah tulisan Ardi Kafha ini berbicara soal nilai manusia dan kemanusiaan sebagai pusat kehidupan.
“Terus terang membaca judulnya, saya terkesan ini rangkuman catatan dari sudut pandang kecil atau sebutlah sederhana. Judul Lantas sekilas mengisyaratkan catatan pinggiran tentang kehidupan lalu-lintas,” terangnya
Eko Tunas menjelaskan bagaimana dalam peperangan hidup itu manusia tidak luput dari kesalahan. Sekalipun orang besar, pemimpin, pun ujar Soekarno tidak luput dari kesalahan sampai pun ketidak[1]gemingan dari dosa. Lantas..? Bukankah kesalahan dan dosa itu yang menguatkan manusia.
“Lantas..? Barangkali muncul pikiran atas kemungkinan paling tidak mungkin, bisa jadi itulah hak dan tanggungjawab yang dibawa manusia sebagai bekal dalam pengadilan atas amanah duniawi di alam sana,” ujar penulis buku Puisi Komedi Biografi Sarimin ini.