Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Kendaraan Listrik Diklaim Ramah Lingkungan, Tapi Kok Listriknya dari Batubara?

Redaksi
×

Kendaraan Listrik Diklaim Ramah Lingkungan, Tapi Kok Listriknya dari Batubara?

Sebarkan artikel ini

Pemanfaatan batubara untuk ekosistem kendaraan listrik bukan cerminan energi bersih

BARISAN.CO – Tren kendaraan listrik belakangan ini terus meningkat seiring dengan isu energi bersih. Kendaraan ini diklaim dapat menghasilkan emisi lebih rendah dan lebih efisien sebesar 3-5 kali dibandingkan dengan penggunaan kendaraan dengan bahan bakar fosil.

Pemerintah pun berupaya agar masyarakat Indonesia beralih menggunakan kendaraan listrik ini, seperti dengan memberikan subsidi. Direktur Center of Economic and Law Studies, CELIOS, Bhima Yudhistira menyebutkan kebijakan seperti ini merupakan kebijakan problematik.

Segala insentif yang diberikan pemerintah terhadap kendaraan listrik nyatanya tidak menghilangkan pemanfaatan batubara. Menurut Bhima, pemanfaatan batubara untuk ekosistem kendaraan listrik bukan cerminan energi bersih.

“Enggak nyambung, kendaraan listrik seolah-olah hilirnya mau dibersihkan tapi proses nikel untuk baterai kotor, tenaga kerjanya bermasalah sampai ke sumber energi masih didominasi batubara. Makin tidak konsisten dan aneh seolah-olah ingin green tapi prosesnya tidak bersih,” Ucap Bhima dalam diskusi virtual, beberapa waktu lalu.

Bhima menganggap wacana subsidi kendaraan listrik hanya akan memindahkan emisi dari sektor transportasi ke sektor power.

Sampai saat ini sejumlah 126 pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil, terutama batu bara. Berdasarkan data ESDM, pada 2021, dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia sebesar 73.688 MW, terpasang 36.976 MW atau 50% bersumber dari pembangkit listrik batu bara (PLTU).

Kapasitas ini menunjukkan pembangkit listrik di Indonesia setengahnya bersumber dari batu bara dan mendudukkan Indonesia sebagai negara dengan produksi batu bara terbesar ketiga di dunia. Hingga saat ini, jumlah produksi batu bara mencapai 614 juta ton dan konsumsi batu bara mencapai 133 juta ton.

Data-data tersebut menunjukkan bahwa pasokan batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik smelter sangat besar. Hal ini tentu saja bertentangan dengan cita-cita nikel sebagai salah satu alternatif energi bersih.

Kebutuhan yang besar terhadap batubara tentu membuat pembukaan lahan untuk penambangan batubara juga besar. Selain pada proses pertambangan, limbah tailing industri batubara juga menjadi persoalan yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan.

Percepatan EBT

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, dari grand strategi energi nasional akan dikembangkan secara multi subsektor. Baik meningkatkan penggunaan kendaraan listrik maupun percepatan pemanfaatan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Target pencapaian EBT di 2025 di 23% campuran energi primer nasional. Supaya komitmen Presiden ke global tentang target gas rumah kaca bisa dicapai. Kita lakukan upaya itu supaya program dan insentif kebijakan match apa yang ditarget,” jelas Dadan dalam diskusi yang diselenggarakan Katadata, Selasa (9/3/2021).

Tapi yang paling utama saat ini menurutnya adalah pemanfaatan kendaraan listrik sebagai transisi untuk energi bersih. Hal ini ditunjukkan dari gencarnya program pemerintah terkait sosialisasi mobil listrik. Mulai dari insentif yang diberikan hingga percepatan infrastruktur pengisian daya listrik.