Bank Indonesia memperkuat instrumen moneter dan pasar uang syariah melalui inovasi SukBI, SUVBI, serta reformasi PUVA.
BARISAN.CO – Indonesia tengah melangkah mantap menuju ambisi besar: menjadi salah satu pusat keuangan syariah dunia. Jejaknya makin jelas terlihat ketika laporan State of Global Islamic Economy (SGIE) 2025 menempatkan Indonesia di peringkat keenam global.
Angka ini bukan sekadar capaian statistik, tetapi cermin dari potensi besar yang bisa terus dikembangkan jika semua pihak bersinergi.
Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter, memegang peran kunci. Di satu sisi, BI berkewajiban menjaga stabilitas nilai rupiah, sistem pembayaran, dan sistem keuangan.
Namun di sisi lain, BI juga dituntut menghadirkan inovasi agar instrumen keuangan syariah tumbuh, dipercaya, dan digunakan secara luas.
Momentum itu kembali ditegaskan dalam Refreshment Certification Treasury Dealer Program yang digelar Indonesia Islamic Global Market Association (IIGMA) pada September 2025.
Dalam forum ini, BI menekankan arah kebijakan baru, pembaruan regulasi, dan penguatan instrumen yang diharapkan dapat memperdalam pasar keuangan syariah nasional.
Sejumlah data memperkuat optimisme tersebut. Per akhir 2024, market share keuangan syariah Indonesia sudah mencapai 11,45% dengan total aset Rp2.884,03 triliun.
Dari angka itu, perbankan syariah menyumbang 33,99%, industri keuangan non-bank syariah 5,9%, dan pasar modal syariah 60,11%. Pertumbuhan asetnya pun mencapai 11,69% dibanding tahun sebelumnya.
Namun, ada fakta lain yang menunjukkan jalan panjang masih harus ditempuh. Kontribusi pasar uang antarbank syariah, misalnya, baru 7,08%.
Pangsa perbankan syariah terhadap total perbankan nasional juga masih di angka 7,44%. Realitas ini menggambarkan bahwa meski ada kenaikan, peran keuangan syariah masih terbatas dalam struktur pasar nasional.
BI menyadari hal ini. Karena itu, arah kebijakan ke depan difokuskan untuk menghadirkan pasar uang syariah dan pasar valas syariah yang lebih dalam, likuid, dan inklusif.
Dorongan Akselerasi PUVA Syariah
Langkah paling nyata terlihat dari reformasi besar-besaran di Pasar Uang dan Pasar Valas (PUVA) Syariah. Melalui penerbitan UU PPSK 2023 dan PBI No. 6 Tahun 2024, BI menegaskan kewenangannya dalam mengatur, mengembangkan, serta mengawasi PUVA berbasis syariah.
Instrumen-instrumen keuangan pun makin bervariasi. Ada SIMA dengan akad mudharabah, SiKA berbasis murabahah, SiPA yang menggunakan akad wakalah bi al-istitsmar, serta Repo Syariah.
Instrumen jangka pendek ini memungkinkan bank syariah mengelola likuiditas sekaligus tetap menyalurkan pembiayaan ke sektor riil.
BI bahkan membentuk Kelompok Kerja PUVA Syariah pada awal 2025. Tim ini terdiri dari asosiasi pelaku pasar, regulator, hingga akademisi, dengan mandat menyusun rekomendasi pengembangan produk, penetapan harga, dan penyusunan infrastruktur pendukung. Pendekatan yang digunakan disebut 3P+1I: Product, Pricing, Participant, Infrastructure.