BARISAN.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan penghentiaan sementara produksi dan distribusi obat sirop yang diduga menjadi penyebab kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Obat sirop yang dihentikan sementara produksi dan distribusinya itu bermerk Praxion.
“Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela),” kata BPOM dikutip dari laman resminya, Senin (6/2/2023).
BPOM juga telah melakukan investigasi atas produk obat sirup yang dikonsumsi pasien. Termasuk melakukan investigasi sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi.
Sampel obat itu telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN).
Setidaknya terdapat tiga obat sirup dengan merk Praxion yang masuk ke dalam daftar tersebut. Izin edar ketiga obat itu dimiliki oleh PT Pharos Indonesia dan semuanya disebut sebagai obat demam anak.
Berikut ketiga produk tersebut:
- Praxion – Paracetamol 100 mg/ml – Nomor Izin Edar: DBL0521631536A1
- Praxion – Paracetamol 120 mg/ml – Nomor Izin Edar: DBL052131433A1
- Praxion Forte – Paracetamol 250 mg/5ml – Nomor Izin Edar: DBL0521631433B1
Dalam rilis yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI pada Senin (06/02/2023) terdapat satu kasus konfirmasi GGAPA pada anak usia 1 tahun yang menderita demam pada 25 Januari 202. Pada anak tersebut lalu diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria). Kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada 31 Januari, anak tersebut dirujuk ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan memiliki gejala GGAPA, anak itu direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa. Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri. Selanjutnya mendapatkan perawatan di ruang IGD dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Pada hari yang sama, pasien dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun setelah perawatan selama tiga jam di RSCM pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.
Bentuk Antisipasi
Juru bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), M Syahril, mengatakan, pemerintah telah melakukan tindakan antisipasi untuk mengetahui penyebab 2 kasus baru yang dilaporkan.
Kemenkes bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), BPOM, epidemiologi, dan laboratorium kesehatan daerah (labkesda) DKI.
Selain itu, menggandeng farmakolog, para guru besar, dan Pusat Laboratorium Forensik Polri. Tujuannya, menelusuri epidemiologi guna memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Kemenkes juga akan kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinkes, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), dan organisasi profesi kesehatan terkait kewaspadaan tanda klinis gangguan ginjal akut dan penggunaan obat sirop. [rif]