Afrika Selatan desak agar Israel dinyatakan sebagai negara apartheid dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) harus membentuk komite untuk memverifikasi apakah memenuhi persyaratan.
BARISAN.CO – Pemerintah Afrika Selatan telah menyatakan keprihatinannya bahwa pendudukan Israel yang berkelanjutan atas bagian-bagian penting Tepi Barat dan pembangunan permukiman baru di sana adalah contoh mencolok pelanggaran hukum internasional ketika konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama berlangsung. Itu dikatakan oleh Noledi Pandor, Menteri Hubungan Internasional dan Kerja Sama Afrika Selatan pada pertemuan kedua Kepala Misi Palestina di Afrika tepatnya di ibu kota Pretoria.
“Narasi Palestina membangkitkan pengalaman sejarah Afrika Selatan sendiri tentang segregasi dan penindasan rasial,” kata Pandor pada Selasa (26/7/2022) seperti dikutip dari Al Jazeera.
Dia menambahkan, sebagai orang Afrika Selatan yang tertindas, mereka mengalami secara langsung efek dari ketidaksetaraan rasial, diskriminasi dan penolakan sehingga Afrika Selatan tidak dapat berdiam diri di saat generasi Palestina lainnya tertinggal.
Pandor menyebut, Pretoria percaya Israel harus diklasifikasikan sebagai negara apartheid dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) harus membentuk komite untuk memverifikasi apakah memenuhi persyaratan.
Amnesty International sebelumnya juga mendesak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mempertimbangkan kejahatan apartheid dalam penyelidikannya saat ini di OPT dan menyerukan semua negara menjalankan yurisdiksi universal dengan membawa pelaku kejahatan apartheid ke pengadilan.
Sejarah Apartheid di Afrika Selatan
Setelah Partai Nasional memperoleh kekuasaan di Afrika Selatan pada tahun 1948. Pemerintahannya yang serba putih segera mulai memberlakukan kebijakan pemisahan rasial yang ada.
Setelah menghadapi oposisi selama Perang Dunia II, Partai Nasional kembali berkuasa dan mengalahkan Partai Persatuan dalam pemilihan umum, berjanji untuk membuat undang-undang yang sangat membatasi hak-hak Afrika-Afrika Selatan.
Salah satu UU apartheid pertama yang disahkan setelah partai nasional naik ke tampuk kekuasaan ialah melarang pernikahan antara orang Eropa dan non-Eropa.
Selain itu, penduduk Afrika Selatan diklasifikasikan dan didaftarkan sesuai dengan karakteristik ras mereka. Ada tiga klasifikasi dasar: hitam, putih dan berwarna. Orang India kemudian ditambahkan sebagai klasifikasi terpisah. Di tahun 1992, Presiden De Klerk mengadakan referendum untuk mengakhiri apartheid dan bertanya kepada orang kulit putih-Afrika Selatan.
Meski, UU yang menjadi dasar apartheid telah dicabut, dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan diskriminatif tersebut tetap ada hingga abad ke-21. Sehingga, yang dialami oleh rakyat Palestina juga dirasakan oleh rakyat Afrika Selatan.