Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Agama dan Kekerasan – Relasi Sosiologis dan Politis

3 Pembusukan Penyebab Konflik

:: A. Ramdani
7 Januari 2022
dalam Opini
Agama dan Kekerasan

Ilustrasi: Unsplash/Rizky Andar

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

“Jika aku bisa mengayunkan tongkat sihirku dan harus memilih apakah melenyapkan perkosaan atau agama, aku tidak akan ragu-ragu lagi untuk melenyapkan agama,” tulis Sam Harrris, tokoh yang dianggap salah satu oknum dalam The Unholy Trinity of Atheism.

DUA orang oknum lainnya adalah Daniel Dennett dan Richard Dawkins. Mereka sepakat bahwa agama sudah semestinya ditinggalkan manusia bukan karena alasan teologis, tetapi malah kata Harris, “agama telah menjadi sumber kekerasan sekarang ini dan pada setiap zaman di masa yang lalu”.[1]

Beberapa waktu yang lalu, Al Jazeerah menaikkan berita tentang kekerasan yang menimpa umat kristiani dan muslim di India. Pemerintah India berada di bawah tekanan untuk mengekang tumbuhnya ujaran kebencian dan serangan terhadap minoritas agama.

Organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia membunyikan alarm di India. Mereka mengatakan ujaran kebencian memicu kekerasan dan intoleransi terhadap minoritas ke tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Serangan baru-baru ini terhadap Muslim dan Kristen adalah beberapa yang terburuk yang terlihat di negara ini. Beberapa politisi, terutama yang memiliki hubungan dengan BJP yang berkuasa, telah dituduh menghasut dan juga mempromosikan kekerasan terhadap kelompok minoritas. Demikian berita Al Jazeera menyebutkan.

BACAJUGA

Kominfo Blokir Dua Puluh Konten Paul “Nabi ke-26” Zhang

Kominfo Blokir Dua Puluh Konten Paul “Nabi ke-26” Zhang

21 April 2021
Polri dan Interpol Buru Pria yang Mendaku Diri Nabi ke-26

Polri dan Interpol Buru Pria yang Mendaku Diri Nabi ke-26

19 April 2021

Ruh agama sebagai ajaran universal telah terpisah!

Kekerasan lewat motif agama seakan tidak pernah luput dari berita  kehidupan kita dalam bermasyarakat, secara nasional dan internasional. Orang dengan mudah melakukan penyerangan, penghinaan, perusakan hingga penyiksaan, bahkan pembunuhan. Labelisasi sering menjadi pemicu disebabkan perbedaan pandangan atau pilihan dalam bermazhab.

Namun belakangan, saya mulai memahami bahwa, kekerasan antar umat beragama sering berkorelasi dengan berbagai permasalahan sosiologis dan politis. Kekuasaan dan dominasi politik seakan menjadi motif dihalalkannya berbagai cara untuk menegasikan perbedaan, bahkan menghilangkan perbedaan itu sendiri dengan cara yang tidak manusiawi.

Ruh agama sebagai pedoman kehidupan, terpisah dari pemahaman pemeluknya atas teks atau ayat sebagai dasar untuk  menjustifikasi setiap perbuatan. Sampai hari ini, perbedaan pemahaman di kalangan umat muslim tentang mengucapkan “selamat natal” kepada saudaranya yang sebangsa terus jadi polemik dan debat kusir yang tidak produktif.

Kemudian kekerasan secara verbal muncul di media sosial. Saling menyerang dengan argumennya masing-masing menarik kehidupan beragama terpojok dan sempit  dalam kungkungan doktrin akidah – sesuai ajaran ulama (pemilik otoritas ajaran agama) dalam kelompok tentunya. Pesan moral akhlak beragama dan nilai universalitas agama jadi buram. Tergantikan warna identitas yang dipropagandakan secara membabi buta.

Propaganda ajaran sebagai relasi kekerasan perspektif sosiologis dipromosikan sedemikian rupa. Kadang tanpa merasa malu dan diiringi sikap arogan, doktrin agama yang berasal dari pemahaman pemimpin kelompok, ulama, menjelma menjadi legalitas penghakiman atas nama mensucikan agama dari pemahaman yang salah, sesat menurut versi pemahaman kelompok tersebut.

Lucunya lagi, area konflik mudah meluas memasuki kepentingan politis. Semakin asyik untuk dijual, “digoreng” sebagai isyu. Agar politisi bisa mendekati kelompok yang terlanjur merasa harus ada batasan yang ketat dari hasil olah pikir absurd tentang perbedaan pemahaman.

Lalu mereka membuat berbagai kampanye negatif, berita hoaks, hingga fitnah keji kepada lawan politik atas nama agama, padahal demi kepentingan elite politisi, miris!. Untuk kasus  kekerasan atas nama agama  secara sosiologis, kita bisa merujuk dari cerita di dalam negeri, bagaimana komunitas muslim Syiah di Sampang Madura yang terusir dari tanah kelahirannya, dan berakhir dengan “tekanan” penguasa lewat kesepakatan “damai”.

Beberapa tahun setelah tinggal  dalam pengungsian, karena pemerintah setempat belum juga memberikan fasilitas perbaikan tempat tinggal, Tajul Muluk dan  pengikutnya akhirnya dibai’at menjadi Sunni, agar dapat kembali ke kampung halamannya.

Tiga pembusukan penyebab konflik

Apa yang menyebabkan propaganda kekerasan atas nama agama mudah berkembang dan diterima beberapa kalangan masyarakat? Sikap kritis kita terhadap doktrin agama yang minim.

Kajian transkeilmuan atau semisal pemahaman lintas mazhab dalam scope yang kecil jarang dikenalkan dalam kajian kelompok agama. Sehingga keadaan yang rapuh dari pemahaman keagamaan itu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat dan merugikan masyarakat sebagai kesatuan yang plural.

Agama lalu menjadi isu yang seksi untuk dijadikan komoditi media massa, perbedaan paham dipelintir untuk mengabdi pada kepentingan politik dan ekonomi yang tidak jujur. Jika politik dan ekonomi dicampur aduk dengan tidak bertanggungjawab bersama isu agama, maka akan menimbulkan semacam “pembusukan”.

Pembusukan itu adalah, agama menjadi pembenaran setiap tindakan karena kemalasan berpikir dan mengembangan wawasan lintas keilmuan dan madzhab.

Kemudian para pengikut yang awam mudah diracuni dengan pemikiran yang salah untuk berbagai kepentingan karena minimnya kemampuan berpikir kritis tersebut.

Pembusukan agama membuat pemahaman agama menjadi pembenaran untuk bersikap tidak adil, terutama terhadap orang-orang yang berbeda dan kaum minoritas. Pembusukan agama juga bisa mempengaruhi pilihan politik.

Sementara di negara  demokrasi, kemampuan rakyat untuk membuat keputusan secara jernih dan masuk akal amatlah penting. Ketika pembusukan agama memengaruhi cara berpikir rakyat, mereka tidak bisa membedakan lagi antara kebenaran mutlak yang sejalan dengan nilai universalitas agama dengan ‘pembenaran’ oleh pemuka agama demi  kepentingan kelompok atau kepentingan politik atas nama doktrin agama. (Luk)


[1] Sam Harris, The End of Faith; Religion; Terror and The Future of Reason, (New York, Norton 2004), dikutip dari buku Jalaluddin Rakhmat,  Rekayasa Sosial, Reformasi, Revolusi, dan Relasi Media – Agama atas Kuasa, (Simbiosa Rekatama Media, cet.1 edisi revisi, Bandung 2021).

Editor: Lukni
Topik: MazhabPenista AgamaSyiahThe Unholy Trinity of Atheism
A. Ramdani

A. Ramdani

Praktisi pendidikan | Founder School for Parents

POS LAINNYA

Lima Prinsip Relawan ANIES
Opini

Lima Prinsip Relawan ANIES

14 Agustus 2022
Filosofi Pohon
Opini

Filosofi Pohon

11 Agustus 2022
Kaum Khawarij Modern
Opini

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

9 Agustus 2022
Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus
Opini

Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

15 Juli 2022
Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim
Opini

Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim

12 Juli 2022
Catatan Kelucuan di Negeri +62
Opini

Catatan Kelucuan di Negeri +62

12 Juli 2022
Lainnya
Selanjutnya
Kata-kata bijak hari ini

Kata-Kata Bijak Hari Ini, Inspiratif dan Penuh Makna

Visanya Dibatalkan, Novak Djokovic Dipastikan Tidak Akan Bertanding di Australia Terbuka

Visanya Dibatalkan, Novak Djokovic Dipastikan Tidak Akan Bertanding di Australia Terbuka

TRANSLATE

TERBARU

Ilham Habibie Beberkan 3 Teknologi yang Paling Dibutuhkan Indonesia

Ilham Habibie Beberkan 3 Teknologi yang Paling Dibutuhkan Indonesia

14 Agustus 2022
Lima Prinsip Relawan ANIES

Lima Prinsip Relawan ANIES

14 Agustus 2022
Demokrasi atau Democrazy, Kasus Indonesia dan Amerika

Demokrasi atau Democrazy, Kasus Indonesia dan Amerika

14 Agustus 2022
jakarta kota yang nyaman

Cerita Orang Jepang: Jakarta Kota yang Nyaman

14 Agustus 2022
potensi diri

6 Langkah Mengenali Potensi Diri, Saatnya Raih Kesuksesan

14 Agustus 2022
Assasin

Assasin – Cerpen Noerjoso

14 Agustus 2022
Salman Rushdie Selamat, Pelaku Didakwa Penyerangan dan Pembunuhan Berencana

Salman Rushdie Selamat, Pelaku Didakwa Penyerangan dan Pembunuhan Berencana

14 Agustus 2022

SOROTAN

Lima Prinsip Relawan ANIES
Opini

Lima Prinsip Relawan ANIES

:: Redaksi
14 Agustus 2022

Oleh: Laode Basir, Koordinator Relawan ANIES Satu simpul relawan yang makin aktif mendukung pencalonan Anies Baswedan sebagai Presiden menyebut dirinya...

Selengkapnya
Filosofi Pohon

Filosofi Pohon

11 Agustus 2022
Kaum Khawarij Modern

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

9 Agustus 2022
Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

1 Agustus 2022
satu abad chairil anwar

Satu Abad Chairil Anwar, Puisi dan Doa

26 Juli 2022
Film Invisible Hopes

Film Invisible Hopes Mengungkap Sisi Gelap Anak-Anak yang Lahir di Jeruji Penjara

23 Juli 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang