Beberapa tahun setelah tinggal dalam pengungsian, karena pemerintah setempat belum juga memberikan fasilitas perbaikan tempat tinggal, Tajul Muluk dan pengikutnya akhirnya dibai’at menjadi Sunni, agar dapat kembali ke kampung halamannya.
Tiga pembusukan penyebab konflik
Apa yang menyebabkan propaganda kekerasan atas nama agama mudah berkembang dan diterima beberapa kalangan masyarakat? Sikap kritis kita terhadap doktrin agama yang minim.
Kajian transkeilmuan atau semisal pemahaman lintas mazhab dalam scope yang kecil jarang dikenalkan dalam kajian kelompok agama. Sehingga keadaan yang rapuh dari pemahaman keagamaan itu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat dan merugikan masyarakat sebagai kesatuan yang plural.
Agama lalu menjadi isu yang seksi untuk dijadikan komoditi media massa, perbedaan paham dipelintir untuk mengabdi pada kepentingan politik dan ekonomi yang tidak jujur. Jika politik dan ekonomi dicampur aduk dengan tidak bertanggungjawab bersama isu agama, maka akan menimbulkan semacam “pembusukan”.
Pembusukan itu adalah, agama menjadi pembenaran setiap tindakan karena kemalasan berpikir dan mengembangan wawasan lintas keilmuan dan madzhab.
Kemudian para pengikut yang awam mudah diracuni dengan pemikiran yang salah untuk berbagai kepentingan karena minimnya kemampuan berpikir kritis tersebut.
Pembusukan agama membuat pemahaman agama menjadi pembenaran untuk bersikap tidak adil, terutama terhadap orang-orang yang berbeda dan kaum minoritas. Pembusukan agama juga bisa mempengaruhi pilihan politik.
Sementara di negara demokrasi, kemampuan rakyat untuk membuat keputusan secara jernih dan masuk akal amatlah penting. Ketika pembusukan agama memengaruhi cara berpikir rakyat, mereka tidak bisa membedakan lagi antara kebenaran mutlak yang sejalan dengan nilai universalitas agama dengan ‘pembenaran’ oleh pemuka agama demi kepentingan kelompok atau kepentingan politik atas nama doktrin agama. (Luk)
[1] Sam Harris, The End of Faith; Religion; Terror and The Future of Reason, (New York, Norton 2004), dikutip dari buku Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial, Reformasi, Revolusi, dan Relasi Media – Agama atas Kuasa, (Simbiosa Rekatama Media, cet.1 edisi revisi, Bandung 2021).