Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Ahli Hidrologi Unsoed: Ucapan Menteri LHK Soal Izin Olah Hutan Cukup Membahayakan

Redaksi
×

Ahli Hidrologi Unsoed: Ucapan Menteri LHK Soal Izin Olah Hutan Cukup Membahayakan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – November lalu, banjir bandang meluluh-lantakkan wilayah di Kota Batu, Jawa Timur. Banjir diyakini akibat alih fungsi lahan lereng Gunung Arjuna, dari semula kawasan vetiver (akar wangi) berubah menjadi perkebunan semusim.

Di tempat lain, juga di bulan November, banjir menggenangi 12 kecamatan di Kalimantan Barat. Penyebabnya kurang lebih sama: wilayah hutannya rusak karena sebagian besar dialihfungsikan. Nahas, banjir itu berlangsung berminggu-minggu hingga setinggi leher orang dewasa.

Alih fungsi lahan hutan memang menjadi salah satu pemicu banjir bandang. Namun, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya agaknya punya pendapat lain.

Pada Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Selasa kemarin (7/12/2021), Siti Nurbaya menyampaikan kepada para pelaku usaha di sektor kehutanan agar tidak perlu risau atas Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

Ia bahkan mengatakan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlaku. Padahal, belum lama ini Mahkamah Konstitusi telah memutuskan UU No 11 tahun 2020 inkonstitusional.

Ada alasan kuat mengapa Menteri Siti menyinggung UU Cipta Kerja dalam acara tersebut. Seperti diketahui, UU Cipta Kerja memang banyak memuat pasal kemudahan perizinan termasuk kepada para eksportir kayu.

Menanggapi hal tersebut, ahli hidrologi Universitas Jenderal Soedirman, Yanto Ph.D berpendapat pernyataan Bu Menteri LHK cukup membahayakan bagi upaya konservasi lingkungan hutan.

Menurutnya, pernyataan tersebut tidak seharusnya dikeluarkan oleh Menteri yang menggawangi perlindungan lingkungan.

“Kalau pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan dan Industri, dari sisi wilayah kerjanya akan lebih sesuai,” kata Yanto pada Barisanco, Selasa (14/12/2021).

Akan lebih tepat bila Menteri Siti membicarakan bencana-bencana akibat alih fungsi lahan yang dilakukan secara ilegal. Harapannya, para eksportir kayu kemudian dapat menjalankan aktivitasnya secara lebih bertanggung jawab. Di situlah peran Siti Nurbaya sebagai Menteri LHK mendapat konteks yang tepat.

Menurut Yanto, sudah cukup ekosistem rusak atas nama ekonomi dan pembangunan. Pembangunan besar-besaran di wilayah hutan, termasuk pembangunan ibu kota baru di wilayah Kalimantan Utara, menurutnya hanya akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan.

“Meski pembangunan adalah keniscayaan seiring pertumbuhan penduduk, akan tetapi perencanaan tata ruang dan upaya pengelolaan lingkungan harus dikuatkan. Salah satunya memastikan setiap daerah sudah melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan amanah UU No. 32 Tahun 2009. Pembangunan seharusnya didasarkan pada KLHS tersebut,” lanjut Yanto.

Mengutip Scientific America, sebagian besar peneliti mengaitkan deforestasi menyumbang lebih dari 15 persen emisi karbon global.

Aktivitas penebangan pohon sangat signifikan menyumbang emisi sebab saat pohon ditebang, kemampuannya sebagai unsur alam penyerap karbon menjadi hilang.

Karbon yang lepas ke atmosfer kemudian bercampur dengan gas rumah kaca dari sumber lain dan berkontribusi pada pemanasan global. Untuk mencegah pemanasan global, maka perlu mencegah sebanyak-banyaknya deforestasi.

Yanto menuturkan banyak hal yang tidak kita ketahui tentang masa depan. Namun, dia menyebut salah satu yang disepakati oleh para ilmuwan adalah bahwa global warming akan merubah pola hujan dan turunannya.

“Dampaknya terhadap banyak hal termasuk kesehatan. Dengan iklim yang berubah, maka makhluk hidup akan beradaptasi, interaksi antara komponen lingkungan hidup juga akan berubah. Pandemi baru sangat mungkin terjadi. Namun apa bentuknya, sangat sulit diprediksi,” pungkas Yanto. [dmr]