Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Solusi Penyadaran Manusia

Redaksi
×

Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Solusi Penyadaran Manusia

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Perkembangan ilmu pengetahuan semakin membuat manusia terpola dan tatanan kebudayaan yang menjauhkan dari tujuan hidup. Manusia menjadi individualistik, sehingga kesempatan untuk berpikir mengenai dirinya sendiri dan tujuan hidup semakin jauh. Fenomena masyarakat tersebut membuat Mahatma Gandhi mengenalkan ajaran Ahimsa.

Mahatma Gandhi menawarkan solusi penyadaran manusia untuk lebih mengenal dirinya. Melalui ahimsa inilah akan membawa manusia untuk lebih mengenal diri dan bagaimana seharusnya bertindak.

Ahimsa diyakini oleh Mahatma Gandhi sebagai struktur kodrati manusia dan sebagai jalan untuk menemukan kebenaran. Menurut Mahatma Gandhi dalam ahimsa-lah gerak, kata-kata dan pikiran harus berpusat. Karenanya kalau manusia mau bertindak secara manusiawi, ia harus melaksanakan ahimsa.

Ahimsa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “A” dan “Himsa”.  Diterjemahkan sebagai tanpa kekerasan. Ahimsa merupakan suatu sifat yang amat khusus dalam terminologi Hindu. Secara etimologis, “Himsa” berasal dari “Hims” yang berarti melukai, membunuh, merusak, menganggu dan lain sebagainya. Ahimsa kemudian diartikan sebagai sebuah penolakan atas suatu kehendak untuk membunuh atau melukai. Ahimsa berarti tidak menyakiti.

Menurut Gandhi pengertian seperti itu belum cukup. Ia baru sampai pada taraf permukaan yang paling dangkal dari aspek ahimsa. Dasar pemikiran ahimsa sudah diingkari bagi setiap pikiran jahat atau ketergesa-gesaan, berbohong, rasa benci dan mengharap orang lain celaka.

Gandhi menjelaskan bahwa “ahimsa berarti tidak menyakiti insan mana pun, baik dengan pikiran, ucapan dan tindakan, sekalipun konon untuk kepentingan insan itu sendiri”.

Hukum kasih sayang menghendaki perhatian yang sama terhadap semua kehidupan dari serangga yang paling kecil sampai manusia. Pengikut asas ini tidak boleh marah sekalipun terhadap pelanggar kesusilaan yang maha berat, tetapi sebaliknya harus kasih padanya, mendoakan kebaikannya dan melayaninya.

Walaupun harus kasih kepada orang yang bersalah, tetapi tidak berarti harus menyerah pada kesalahan dan ketidakadilan yang dilakukannya. Seorang ahimsaisi harus menentangnya sekuat tenaga dan dengan sabar dan tanpa dendam memikul penderitaan yang disebabkan oleh pihak pelanggar kepadanya sebagai imbalan terhadap perlawanannya.

Paham

Mahatma Gandhi berkata “paham pantang kekerasan kami hanya akan merupakan suatu yang hampa dan tidak bernilai, apabila keberhasilannya tergantung pada kemurahan hati pihak penguasa”.

Syarat keberhasilan kekuatan ini terletak pada kesadaran jiwa yang terpisah dari badan manusia dan sifatnya yang kekal. Kesadaran berarti suatu keyakinan yang hidup dan bukan semata-mata suatu keyakinan akal budi.  Pada pantang kekerasan keberanian terletak pada kematian, bukan pada pembunuhan.

Ahimsa  secara harfiah berarti tidak membunuh. Namun bagi Mahatma Gandhi, mempunyai makna yang luas dan tidak terukur jangkauannya. Ahimsa menurut Gandhi berarti tidak boleh menyinggung perasaan siapa pun, tidak boleh mempunyai pikiran yang buruk walaupun terhadap orang yang mungkin menganggap dirinya musuh kita.

Menurut ajaran Hindu, sebagian dari diri hanya sebagian saja manusia, sebagian lagi masih berupa binatang. Barulah kemenangan atas naluri-naluri rendah kita dengan jalan cinta dapat kita matikan kebinatangannya. Satu cita-cita yang juga dinyatakan secara pelambang dalam nyanyian pertama Bhagawad Gita.

Menurut Gandhi, manusia sebagai binatang itu bersifat himsa, tetapi sebagai roh ia bersifat ahimsa. Itulah sebabnya mengapa ahimsa dapat digunakan sebagai prinsip paling efektif untuk tindakan sosial, karena secara mendalam sesuai dengan kebenaran sifat alami manusia dan sesuai benar dengan keinginan bawaannya akan perdamaian, keadilan, ketertiban, kebebasan dan martabat pribadi.