Kang Ajip yang sudah menggeluti sastra sejak bangku SMP dan tak pernah lulus SMA, lebih memilih tinggal di Pabelan, Magelang, Jawa Tengah, setelah pensiun jadi dosen di Jepang. Kenapa tidak tinggal di Bandung atau di tanah kelahirannya Majalengka? Alasannya sangat unik, “biar ada jarak dalam mengkritisi Sunda”.
Persamaan Anies Baswedan dan Kang Ajip
Sekilas tidak ada hubungannya antara Anies Baswedan dengan Kang Ajip. Kendati tempat kelahiran Anies di Kuningan berdekatan dengan asal Kang Ajip di Jatiwangi, Majalengka.
Persamaan yang sebenarnya adalah soal ide dan konsep. Keduanya sama-sama mengakui pentingnya buku, sastra, menulis, membaca dan perlunya pusat kebudayaan yang representatif.
Anies adalah pencinta buku, gila baca dan sangat peduli dengan simpul-simbul kebudayaan. Itu dituangkan dengan revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) termasuk menyelamatkan harta karun Pusat Data Sastra HB Jassin. Kemudian menyediakan taman-taman bacaan di pusat keramaian warga.
Jauh sebelumnya ketika menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies menganggarkan dana sampai Rp146 miliar untuk menerjemahkan buku-buku sastra dan karya-karya sastrawan serta budayawan Indonesia ke dalam sejumlah bahasa untuk dipamerkan di Frankfurt Book Fair 2015.
Ohya, TIM yang kini dibangun kembali saat Anies menjabat gubernur DKI Jakarta, juga ada andil Kang Ajip Rosidi. Kok bisa?
Ya, Kang Ajip dan sastrawan Ramadhan KH serta pelukis Illen Surianegara sangat dekat dengan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Ikatan primordial, sama-sama asli Sunda.
Suatu hari Kang Ajib bersama sohibnya itu diajak keliling Jakarta oleh Ali Sadikin. Saat melewati kawasan Senen, Ali Sadikin bertanya kemana para seniman setelah Planet Senen digusur. Kang Ajip menjawab bahwa mereka kini berpencar, keleleran dan tak punya tempat lagi. Dari perjalanan itulah Ali Sadikin memutuskan untuk membangun gedung kesenian di Cikini yang sebelumnya bekas Kebun Binatang yang direlokasi ke Ragunan.
Di sinilah antara Anies dan Kang Ajip memiliki keterkaitan ide, intelektual dan sejarah.
Dalam buku “Bus Bis Bas” ada salah satu tulisan yang membahas tentang perlunya penerjemahan buku-buku asing bila bangsa Indonesia ingin segera menjadi bangsa yang maju. Sebelum meninggal, Kang Ajip berharap ada kebijakan seperti Restorasi Meiji yang sangat masif menerjemahkan buku asing sehingga Jepang menjadi seperti sekarang.
Mengimbuhi harapan Kang Ajip, saya berharap bila Anies menjadi presiden penerjemahan buku dilakukan secara masif. Bila sebelumnya menerjemahkan buku berbahasa Indonesia ke bahasa asing kini saatnya Anies membuat kebijakan menerjemahkan sebanyak-banyak buku bahasa asing ke bahasa Indonesia.