Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Akankah Raja Charles III Tetap Galak Soal Isu Lingkungan?

Redaksi
×

Akankah Raja Charles III Tetap Galak Soal Isu Lingkungan?

Sebarkan artikel ini

Raja Charles III terkenal cukup vokal soal isu lingkungan semasa ia menjadi pangeran.

BARISAN.CO Berbeda dari Ibunya yang cenderung tak mengumbar pandangannya ke publik, Raja Charles III cukup vokal mengemukakan apa-apa saja yang ia anggap bernilai.

Saat menjadi pangeran, Charles sering memunculkan perdebatan soal isu perubahan iklim, energi hijau, warisan budaya, serta pengobatan alternatif. Banyak juga pidato serta artikel yang ia buat tentang itu.

Menginjak usia 21, pada 1970, Charles pernah berpidato di depan Steering Committee for Wales, mengingatkan bahwa tantangan dunia saat ini adalah mencegah bahaya polusi di darat maupun laut akibat pembakaran energi fosil.

Sejak itu ia aktif dalam kampanye perlindungan lingkungan. Ia punya yayasan amal yang, secara tahunan, mampu mengumpulkan dana rata-rata 100 juta Euro dan disalurkan ke berbagai negara untuk mencegah deforestasi.

Di Indonesia, salah satu sumbangan Yayasan Pangeran Charles adalah merestorasi Hutan Harapan di Jambi yang rusak akibat perambahan dan praktik pengelolaan hutan oleh industri.

Restorasi itu dilakukan Charles lewat PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI). Sejak bulan Mei 2010, PT REKI telah mengantongi izin dari pemerintah untuk mengelola dan merestorasi Hutan Harapan selama 100 tahun.

Di bawah rezim PT REKI, Hutan Harapan yang dahulu ditanami sawit, karet, palawija, pelahan-lahan tumbuh kembali menjadi hutan primer.

Walaupun aksi perusakan hutan masih terus terjadi sampai sekarang, secara umum Hutan Harapan telah menjadi ekosistem sehat di mana satwa-satwa langka seperti harimau Sumatera, gajah, beruang, dan bermacam jenis burung hidup.

Kampanye panjang Raja Charles III soal isu lingkungan juga pernah terekam dalam acara COP26 di Skotlandia tahun lalu. COP26 adalah pertemuan internasional tingkat tinggi di mana para pemimpin dunia berkumpul membahas perubahan iklim.

Dalam acara itu Raja Charles III memberi pidato pembuka, mendesak para pemimpin dunia yang duduk di depannya untuk melipatgandakan upaya menghadapi pemanasan global. Charles memperingatkan mereka: “Waktu benar-benar sudah habis.”

Setelah Jadi Raja

Charles Philip Arthur George, orang tertua yang pernah naik takhta kerajaan Inggris Raya, menjadi Raja Charles III pada Kamis (9/9/2022) setelah meninggalnya sang ibu, Ratu Elizabeth II.

Kini, publik mulai berspekulasi akankah Raja Charles III getol mengampanyekan isu-isu lingkungan sebagaimana saat ia menjadi pangeran—atau justru netral atas semua hal.

Apalagi, sebagaimana diketahui, konstitusi Inggris mengharuskan raja tak campur tangan atas kebijakan politik pemerintahan yang dipimpin perdana menteri atau menyatakan sikap secara terbuka.

Menjadi raja berarti harus bersikap netral secara politik setiap saat. Selain itu, di usianya yang sudah menginjak 73 tahun, Charles juga perlu berpikir hati-hati tentang bagaimana memproyeksikan citranya sebagai figur publik.

Beberapa pihak menduga, Raja Charles III tak akan galak seperti saat ia masih jadi pangeran. Namun, beberapa pihak juga masih berharap agar nantinya ia mampu mengawal isu lingkungan tanpa harus terlihat menekan pemerintah seperti dulu. [dmr]