Scroll untuk baca artikel
Kolom

Aksi Protes Warga Pati, Pajak, dan Tantangan Pendapatan Daerah 2025

×

Aksi Protes Warga Pati, Pajak, dan Tantangan Pendapatan Daerah 2025

Sebarkan artikel ini
Aksi Protes Warga Pati
Foto: Arif Khilwa

Banyak warga yang mengeluhkan prosedur pembayaran yang belum sepenuhnya ramah pengguna, serta kurangnya sistem informasi yang real-time dan akuntabel.

Padahal, dengan digitalisasi pajak, pemerintah daerah bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak tanpa harus mengandalkan kenaikan tarif yang drastis.

Misalnya, penerapan smart tax system yang terintegrasi dengan aplikasi mobile dapat memudahkan warga dalam menghitung, membayar, dan memantau pajak mereka sendiri.

Aksi protes warga Pati kali ini sebenarnya memberi pesan penting: mereka tidak menolak pajak sebagai konsep, tetapi menolak cara penerapannya yang dirasa tidak adil.

Pajak idealnya harus proporsional, mempertimbangkan kemampuan membayar (ability to pay) dan manfaat yang dirasakan (benefit principle).

Bila kenaikan pajak tidak diikuti perbaikan layanan publik, seperti perbaikan jalan, infrastruktur kesehatan, pendidikan, dan keamanan maka wajar jika masyarakat mempertanyakan, “Untuk apa kami membayar lebih?

Dalam Renja 2025, belanja daerah Pati dialokasikan pada beberapa prioritas, antara lain peningkatan infrastruktur jalan, pelayanan kesehatan, penguatan pendidikan, dan pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal.

Ini tentu tujuan yang baik. Namun, kunci keberhasilannya terletak pada bagaimana pemerintah mengomunikasikan rencana ini kepada publik dan memastikan setiap rupiah yang dikumpulkan dari pajak benar-benar kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan yang nyata.

Sebagai pengkaji sosial-ekonomi, melihat urgensi untuk mengubah paradigma pengelolaan keuangan daerah. Kenaikan pajak sebaiknya menjadi opsi terakhir setelah pemerintah mengoptimalkan potensi penerimaan dari sumber lain, misalnya:

Pertama, Meningkatkan efisiensi belanja daerah dengan memangkas pos-pos yang kurang produktif. Kedua, Menggali potensi ekonomi digital seperti e-commerce lokal, pariwisata daring, dan promosi UMKM berbasis platform.

Ketiga, Mengoptimalkan aset daerah melalui skema kerja sama pemanfaatan aset yang transparan. Keempat, Memperluas basis pajak dengan mendata wajib pajak baru secara digital, bukan hanya menaikkan tarif yang ada.

Dari sisi transformasi digital, ada peluang besar untuk meningkatkan PAD tanpa memicu gejolak sosial. Contoh nyata adalah digitalisasi retribusi parkir dan pasar tradisional.

Dengan sistem digital, kebocoran penerimaan bisa ditekan, akurasi data meningkat, dan potensi pendapatan baru bisa digarap. Hal ini juga akan mempermudah proses pengawasan oleh DPRD dan masyarakat.

Aksi protes warga Pati harus dipandang sebagai umpan balik yang berharga bagi pemerintah daerah. Alih-alih menganggapnya sebagai hambatan, ini justru kesempatan untuk membangun kembali kepercayaan publik melalui kebijakan fiskal yang lebih inklusif, transparan, dan partisipatif.