Jika pemerintah berani membuka ruang dialog, menyajikan data APBD secara terbuka, dan menjelaskan manfaat konkret dari kenaikan pajak, resistensi publik akan berkurang.
Akhirnya, tantangan terbesar bukan hanya mencapai target pendapatan Rp 2,87 triliun seperti yang tercantum dalam Renja 2025, tetapi bagaimana memastikan bahwa setiap kebijakan fiskal yang diambil benar-benar berpihak pada rakyat.
Pati membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya kuat di atas kertas, tetapi juga peka terhadap denyut nadi masyarakatnya.
Sebab pada akhirnya, kekuatan sebuah pemerintahan daerah tidak diukur dari besar kecilnya angka dalam APBD, tetapi dari seberapa besar kepercayaan rakyat yang berhasil dijaga.
Sebagai penutup, ingin menegaskan bahwa pembangunan daerah adalah perjalanan bersama antara pemerintah dan rakyat.
Pajak memang perlu untuk membiayai pembangunan, tetapi ia harus dikelola dengan bijak, adil, dan transparan.
Kenaikan tarif yang tidak disertai transparansi hanya akan menambah jarak antara rakyat dan pemimpinnya. Maka, mari kita belajar dari aksi warga Pati: kritik dan protes adalah bagian dari demokrasi, dan pemerintah yang bijak adalah pemerintah yang mau mendengar. []
Lukni Maulana; Pengkaji Sosial-Ekonomi dan Transformasi Digital