Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Kolom Esai

Alasan Habibie Ngotot Kuliah ke Jerman

B.J. Habibie, The Untold Story [2]

:: Iwan Samariansyah
3 Februari 2022
dalam Esai
Habibie ke Jerman

Ilustraso: perpusnas.go.id.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Artikel berseri tentang BJ Habibie berikut adalah cuplikan buku “Saya Bacharuddin Jusuf Habibie (The Untold Story)” yang ditulis Andi Makmur Makka.

SANG putera Indonesia ini memang lengket dengan dua hal yang sangat spesifik. Jerman dan pesawat terbang. The Untold Story menceritakan sesuatu yang unik, bahwa ketertarikan Habibie justru ke fisika nuklir bukan pesawat terbang!

Pada halaman 89-94 dikisahkan bagaimana cerita keras kepalanya Habibie untuk ke Jerman. Ada faktor Kengki, teman sekolah Habibie yang memberi dia inspirasi kenapa mesti ke Jerman di bab sebelumnya.

“Setelah pertemuan dengan Kengki, saya kembali ke Bandung. Saya katakan ke profesor saya bahwa saya ingin melamar agar mendapat beasiswa dan ingin belajar nuklir. Saya ceritakan teman saya ada yang sudah mendapat beasiswa ke luar negeri. Mungkin saya dapat belajar ke Delf atau ke kota lain, ke mana saja.”

Begitulah bab tersebut dibuka tentang begitu semangatnya Habibie yang masih baru duduk di tahun pertama sebagai mahasiswa ITB. Waktu itu nama ITB belum lahir, masih disebut Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung. Sebagaimana IPB adalah Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor. Dan Unhas adalah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di Makassar.

BACAJUGA

Mengenang 1000 Hari Wafatnya Bapak Teknologi BJ Habibie, Pegiat IPTEK Luncurkan Buku

Mengenang 1000 Hari Wafatnya Bapak Teknologi BJ Habibie, Pegiat IPTEK Luncurkan Buku

25 Juni 2022
Kelompok Yahudi Jerman Dilarang Mengenang Shireen Abu Akleh

Kelompok Yahudi Jerman Dilarang Mengenang Shireen Abu Akleh

14 Mei 2022

Kengki yang disebut Habibie adalah kawannya bersekolah di SMA Kristen Bandung. Dia tamat SMA tahun 1954, dan langsung mendaftar di Fak Teknik UI jurusan Teknik Elektro yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung.

Hanya enam bulan dia kuliah disitu akibat “diprovokasi” Kengki, nama panggilan Liem Keng Ki. Kawan sekelasnya ini keturunan Tionghoa. Belakangan Kengki memakai nama Laheru, Prof. Dr. dan menetap di Amerika Serikat. Habibie dan Kengki berkawan karib.

Bila Habibie melanjutkan kuliah di Bandung, Kengki tidak. Dia langsung mengurus dokumen untuk kuliah ke Jerman. Dan setelah ujian semester, saat Habibie liburan di Jakarta itulah dia bertemu Kengki.

Waktu itu Kengki baru saja mengurus visa di Kedubes Jerman. Sebab dia akan melanjutkan sekolah teknik penerbangan di Aachen, Jerman. Dia dapat beasiswa. Percakapan kedua orang muda ini lucu juga, seperti ditulis Makmur Makka.

Saat itu Kengki tengah memamerkan paspor dan visanya pada Habibie. Dan Habibie terheran-heran karena dia tidak tahu soal paspor dan visa itu.

“Boleh saya lihat paspor kamu? Ini foto kamu, ya? Hebat ada gambarnya.” Habibie terheran-heran. “Bagaimana kamu dapat semua ini?”

“Ya, dapat beasiswa.”

“Beasiswa apa?”

“Beasiswa ke luar negeri.”

“Oh, begitu ya. Saya juga mau.”

“Kamu tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Pertama, kamu belum lulus. Belum mempunyai ijazah P1. Selain itu, kamu mungkin tidak memenuhi syarat.”

“Kenapa?”

“Karena rata-rata nilai kamu di SMA rendah.”

Dan memang benar adanya. Rata-rata nilai Habibie di ijazah SMA rendah sebab dia hanya mendapat nilai tinggi di mata pelajaran eksakta saja seperti Matematika dan Fisika. Waktu itu namanya Ilmu Pasti dan Alam.

Untuk mata pelajaran sejarah, biologi, dan bahasa, nilainya pas-pasan. Habibie memang hanya mau belajar apa yang menurut dia menarik saja. Dan itu adalah Ilmu Pasti dan Alam.

Di bangku kuliah, Habibie memang jagoan dalam kedua bidang ilmu itu. Pelajaran ilmu pasti diberikan oleh Prof. Kuipers dari Belanda. Dosen ilmu analisa dan ilmu ukur juga orang Belanda, yaitu Prof. Terpstra. Untuk Fisika, diajar oleh Prof Bursma, orang Belanda. Dosen ilmu metalurgi adalah Prof Stromburg, orang Jerman.

Karena kecanduan ilmu pasti dan alam, Habibie melahap semua buku dan diktat yang ada. Itu diperolehnya dari kakak-kakak kelasnya di ITB yang kebetulan indekos di rumahnya, Jl. Imam Bonjol, Bandung.

Terus tanpa ikut kuliah dosen-dosennya, dia ikut ujiannya. Sekedar uji nyali. Dan lulus pula dengan nilai excellent. Saat itu, tidak ada ketentuan bahwa mahasiswa harus mengikuti mata kuliah para dosen terlebih dahulu sebelum diperbolehkan mengikuti ujian mata kuliah dosen tersebut sampai selesai.

Dia lulus semua dengan angka yang tinggi. Kalau dikonversikan sama dengan A. Nilai sempurna.


KARENA ingin ke Jerman, Habibie menghadap pembimbingnya di ITB, Prof Terpstra. Kengki yang menyarankan begitu. Tujuannya dapat rekomendasi. Dan entah karena apa, sang Professor memberikannya.

Habibie diberi surat pengantar, salinan dokumen nilai ujian plus tanda tangan. Bunyinya kurang lebih begini : “Bacharuddin Jusuf Habibie, walaupun belum selesai kuliahnya, dia telah melakukan ujian ilmu pasti, analisis ini dan itu, dan sebagainya dengan angka sangat baik.”

Diapun datang ke Jakarta untuk bertemu Muchdas, salah satu Direktur di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Habibie menceritakan masalahnya dengan polos. Melihat nilai-nilai Habibie, pejabat tersebut kagum.

Percakapan tentang kengototan Habibie ke Jerman ini terekam dengan baik di buku tersebut. Makmur menggambarkan momen tersebut dengan detail.

“Angka kamu bagus-bagus sekali.”

“Iya pak.”

“Ini menarik, Nak. Tapi begini ya. Pertama, kamu sudah terlambat. Jadi, kamu harus menunggu satu tahun lagi, tetapi kamu sudah dapat menggunakan angka-angka ini.”

Muchdas melanjutkan. “Kedua, kamu tidak bisa mengambil nuklir karena, menurut Keputusan Presiden yang bisa mendapat beasiswa ke luar negeri hanya mereka yang akan belajar konstruksi pesawat terbang atau belajar konstruksi kapal laut.”

“Oh, begitu. Jadi, nuklir tidak boleh?”

“Ya. Tetapi kamu harus menunggu tahun depan.”

“Tapi, saya mau sekarang, Pak.”

Habibie bersikeras. Dia tidak mau kalah. “Saya melihat teman saya mempunyai paspor. Saya juga ingin begitu.”

“Wah, hanya bisa bagian kapal terbang atau bagian kapal laut. Kalau begitu kamu bisa dikirim ke Australia, bukan ke Jerman.”

“Tidak, pak. Saya mau ke Jerman seperti teman saya.”

“Ya, tidak mungkin. Kamu harus menunggu satu tahun.”

“Saya mau sekarang. Sama seperti kawan saya itu.”

Kengototan Habibie ini akhirnya berbuah. Dia diberi kesempatan berangkat ke Jerman tetapi dengan biaya sendiri, bukan biaya negara.

Begitulah. Habibie pun berangkat ke Jerman. Dan the untold story-nya adalah Habibie awalnya tidak mau belajar pesawat terbang tetapi fisika nuklir.

Dia bersedia belajar konstruksi pesawat terbang karena mendengar dari Muchdas bahwa bagian itu banyak ilmu pasti dan ilmu alamnya.

Hasil pertemuan dengan Muchdas itulah yang disampaikan Habibie ke ibunya. Dan dengan upaya keras sang Ibu, Habibie pun untuk pertama kali naik pesawat terbang dari Jakarta menuju Amsterdam. Dan nyambung kereta api ke Bonn, tempat dia terdampar di sebuah penginapan mahasiswa sederhana. [dmr]

Editor: Ananta Damarjati
Topik: Andi Makmur MakkaBJ HabibieHabibie untold storyJerman
Iwan Samariansyah

Iwan Samariansyah

POS LAINNYA

kasus polisi tembak
Esai

Surat Kepada Jokowi: Kasus Polisi Tembak Adalah Penghinaan Terhadap Rakyat

5 Agustus 2022
Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Esai

Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa

1 Juni 2022
Menyambut Puan Maharani
Esai

Wawancara Eksklusif dengan Gubernur yang Menolak Menyambut Puan Maharani

13 Februari 2022
menurut nurcholish madjid
Esai

Dari Cak Nur Tentang Adab Beda Pendapat

1 Februari 2022
Habibie untold story
Esai

Saat Habibie Remaja Tetanggaan dengan Pak Harto

1 Februari 2022
Determinasi Diri  Kala Pandemi Menghampiri
Esai

Determinasi Diri Kala Pandemi Menghampiri

27 Januari 2022
Lainnya
Selanjutnya
pengelolaan Kawasan Samudera Hindia

PGSD Universitas Paramadina Kolaborasi Lintas Negara Pengelolaan Kawasan Samudera Hindia

Hari Kanker Sedunia 2022: Bersama Kita Akan Mengalahkan Kanker

Hari Kanker Sedunia 2022: Bersama Kita Akan Mengalahkan Kanker

TRANSLATE

TERBARU

Harapan Orang Tua, Sering Jadi Beban Bagi Anak

Harapan Orang Tua, Sering Jadi Beban Bagi Anak

8 Agustus 2022
Apakah Work Life Balance itu Mitos Belaka?

Apakah Work Life Balance itu Mitos Belaka?

8 Agustus 2022
kandungan surat al ashr

Kandungan Surat Al Ashr, Memaknai Sebuah Waktu di Dunia

8 Agustus 2022
APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022

APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022

8 Agustus 2022
pergerakan ekonomi lomba burung kicau

Ikut Sertakan Burung Andalannya, Anies: Ada Pergerakan Ekonomi di Kompetisi Lomba Kicau Burung

7 Agustus 2022
pemyair pemulung

Penyair Pemulung di Hari Kemerdekaan

7 Agustus 2022
surga di matamu

Surga Di Matamu – Puisi Joe Hasan

7 Agustus 2022

SOROTAN

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam
Edukasi

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

:: Thomi Rifai
1 Agustus 2022

BARISAN.CO - Umat Muslim barus saja memasuki tahun baru hijriyah yang ke-1444. Kalender Hijriah atau kalender Islam masih digunakan dan...

Selengkapnya
satu abad chairil anwar

Satu Abad Chairil Anwar, Puisi dan Doa

26 Juli 2022
Film Invisible Hopes

Film Invisible Hopes Mengungkap Sisi Gelap Anak-Anak yang Lahir di Jeruji Penjara

23 Juli 2022
Beredar Surat Pengangkatan Tenaga Honorer Jadi PNS, Begini Penjelasan Kemen PANRB

Pegawai Negeri Dibutuhkan, Tetapi Cenderung Tidak Diapresiasi

21 Juli 2022
Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

18 Juli 2022
Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

15 Juli 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang