Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Alhamdulillah Ada Selawat

Redaksi
×

Alhamdulillah Ada Selawat

Sebarkan artikel ini

Muhammad Saw. tampil dari lingkungan masyarakat Mekkah, dua ribu lima ratus tahun setelah Ibrahim as, untuk meneguhkan kembali apa yang dipancangkan oleh Bapak Tauhid itu. Nabi Muhammad Saw. juga menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim as sebagai puncak pendadaran individu menjadi pribadi agung, dalam wujud ibadah haji.

Ibrahim telah berdoa, “Ya Tuhan, jadikanlah kami umat yang tunduk dan patuh kepada-Mu, dan jadikanlah keturunan kami suatu bangsa yang patuh kepada-Mu.” (Al-Baqarah: 128).

Dan, dunia pun mengetahui. Ada jeda waktu 2.500 tahun antara doa yang dipanjatkan Ibrahim hingga dikabulkannya, dengan tampilnya Nabi Muhammad menuntun umatnya berjalan di jalan Tuhan. Dunia atau kita membaca, betapa perhatian Muhammad Saw. tertumpah pada tugas tersebut. Sehingga lahirlah generasi sahabat, hadirlah generasi unggul. Abdullah ibn Mas’ud menuturkan—sebagaimana tulis Wahiduddin Khan, dalam buku Muhammad—bahwa: “Mereka adalah  yang terbaik dalam masyarakat muslim, yang paling ramah, paling luas pengetahuannya, dan sangat pandai bergaul. Mereka adalah orang-orang pilihan Tuhan untuk mendampingi nabi-Nya.”

Hal itu juga diabadikan dalam surah al-Hujurat ayat 7, “Allah telah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kalian benci kepada segala pengingkaran terhadap kebenaran, kefasikan, dan kedurhakaan [terhadap apa-apa yang baik].”

Kini telah 1.400 tahun sejak berlalunya masa Nabi Muhammad Saw., dunia berubah cepat. Khotbah-khotbah yang menyiarkan pesan untuk selalu hidup menunduk takjub kepada Tuhan, beriringan dengan pesan berantai agar hidup liar tanpa tali kekang agama. Bahkan rukun dari sang nabi, acap kali bukan sebagai pembentukan individu, melainkan sarana pamer keimanan. Termasuk pula, ritual napak tilas Nabi Ibrahim as menjadi ajang kesempatan berwisata ke Timur Tengah, bukan pendadaran diri. Sehingga dewasa ini, segala ritual ibadah nyaris terputus dari akar pengetahuan sejarah. Seakan ibadah ya ibadah, yang lepas dari filosofi dan pemahaman sejarah.

Namun, beruntunglah masih ada selawat, yang selalu menghubungkan Nabi Muhammad Saw dengan Nabi Ibrahim as. Yang mengantar kita untuk memasuki pemahaman akan tujuan dan penempuh, Tuhan dan rasul-Nya yang agung itu. Yang menyadarkan kita akan kedahsyatan Muhammad Saw yang selalu takut pada Tuhan, baik kala beliau sedang sendiri maupun beramai-ramai.

Dengan berselawat, terbayanglah betapa beliau senantiasa berlaku adil, baik sedang marah atau tenang. Betapa beliau tak pernah sekali pun bersikap berlebih-lebihan. Betapa beliau akan selalu menggenggam tangan mereka yang menjauh. Akan mengulurkan tangan kepada mereka yang ingkar. Mengampuni mereka yang telah berbuat salah. Betapa kata-kata beliau hanyalah untuk mengingat Tuhan. Dan, betapa pandangan beliau semata penelitian yang tajam.