Kita membahas tentang kerelawan politik perempuan sebab disini ada saja cerita yang bisa kita petik hikmahnya. Saat ini pesta demokrasi (pilkada/pemilu/pilpres) yang sehat. Jika tepat, maka sikap partisipan bukan transaksional tapi transformatif. Pesta demokrasi yang sehat kelak akan mendapatkan pemimpin yang transformatif, bukan pemimpin transaksional.
Jika ada relawan di sektor sosial, maka ada juga relawan politik. Yakni orang yang bekerja sukarela pada pemilu/pilpres/pilkada . Kerelawanan perempuan dalam pilkada sebenarnya adalah model partisipasi perempuan. Meskipun tak menjadi ukuran dalam variabel partisipasi, namun realita di bilik pencoblosan perempuan hadir lebih banyak daripada laki-laki. Sementara itu keterwakilan perempuan di parlemen sangat rendah. Menurut data dari World Bank (2019) negara Indonesia menduduki peringkat ke – 7 se Asia Tenggara untuk keterwakilan parlemen.
Jumlah partisipasi perempuan di bilik pencoblosan tak berbanding lurus dengan keterwakilan di parlemen yang angkanya tidak sampai 30 persen. Pentingnya peningkatan keterwakilan perempuan di politik supaya pengambilan keputusan politik lebih akomodatif dan subtansial. Selain itu menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik.
Kehadiran relawan politik ini sangat positif, sebab ini bisa menunjukkan meningkatnya political literacy (kemelekan politik) bagi perempuan. Kita semakin paham bahwa urusan aspirasi mesti disuarakan dengan terang benderang. Sebab tidak semua bisa ditampung partai politik. Dengan kerelawanan perempuan bahkan termasuk ikut “menyiapkan” calon-calon pemimpin yang dapat melahirkan kepemimpinan transformatif.
Kehadiran relawan ini menjadi semacam “oase” di tengah arus deras gejala materialistik, transaksional. Kita bisa menyaksikan bagaimana politik uang dan sembako menjadi judul besar setiap pemilu/pilkada. Kerja kerja politik serba pamrih dan menggersangkan. Sementara kehadiran dan kerja relawan yang volunteer (sukarela) tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan-keuntungan materiil, self-help (mandiri), bahkan altruistik.
Bisa dikatakan demikianlah penjelasan teoritis yang dikemukakan para ahli dan harapan-harapan ideal para pengusung ajaran politik bermoral, berintegritas dan transformatif. Meskipun dilapangan gambaran ideal para pemimpin ini terkadang ambyar. Dalam praksisnya di lapangan pertarungan pemilu maupun pemilukada, gambaran ideal para relawan itu tentu saja bisa berbeda. Selain itu selalu ada distorsi dari setiap gagasan ideal, konsep konsep bagus, serta janji dan harapan-harapan yang ditawarkan oleh gagasan dan konsep sehebat dan semulia apapun.