Kehadiran relawan politik ini sangat positif, sebab ini bisa menunjukkan meningkatnya political literacy (kemelekan politik) bagi perempuan. Kita semakin paham bahwa urusan aspirasi mesti disuarakan dengan terang benderang. Sebab tidak semua bisa ditampung partai politik. Dengan kerelawanan perempuan bahkan termasuk ikut “menyiapkan” calon-calon pemimpin yang dapat melahirkan kepemimpinan transformatif.
Kehadiran relawan ini menjadi semacam “oase” di tengah arus deras gejala materialistik, transaksional. Kita bisa menyaksikan bagaimana politik uang dan sembako menjadi judul besar setiap pemilu/pilkada. Kerja kerja politik serba pamrih dan menggersangkan. Sementara kehadiran dan kerja relawan yang volunteer (sukarela) tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan-keuntungan materiil, self-help (mandiri), bahkan altruistik.
Bisa dikatakan demikianlah penjelasan teoritis yang dikemukakan para ahli dan harapan-harapan ideal para pengusung ajaran politik bermoral, berintegritas dan transformatif. Meskipun dilapangan gambaran ideal para pemimpin ini terkadang ambyar. Dalam praksisnya di lapangan pertarungan pemilu maupun pemilukada, gambaran ideal para relawan itu tentu saja bisa berbeda. Selain itu selalu ada distorsi dari setiap gagasan ideal, konsep konsep bagus, serta janji dan harapan-harapan yang ditawarkan oleh gagasan dan konsep sehebat dan semulia apapun.
Apakah Altruisme
Beberapa sikap relawan perempuan menunjukkan karakteristik seorang altruis, menurut Taylor, Peplau dan Spears (2009) altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali telah memberikan suatu kebaikan. Bierhoff, Klein dan Kramp (dalam Pujiyanti, 2008)[2] karakteristik individu yang altruistik adalah memiliki konsep diri yang empati, meyakini dunia sebagai mana adanya, memiliki rasa tanggung jawab sosial, memiliki egosentrisme yang rendah, dan memiliki internsal locus of control.[3]
perempuan lebih mengekspresikan tingkat empatinya yang lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan oleh perbedaan genetis atau perbedaan pengalaman sosialisasi. Perempuan dalam hidupnya sebagian besar lebih berpatisipasi aktif pada perkembangan orang lain, perempuan sering mencoba berinteraksi dengan orang lain dengan maksud membantu perkembangan orang lain dalam berbagai dimensi secara emosional, intelektual dan sosial.[4]
Altruisme berasal dari kata alter yang artinya “orang lain”. Secara bahasa altruisme adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain. Pada altruistik tindakan seseorang untuk memberikan bantuan pada orang lain bersifat tidak mementingkan diri sendiri. Yang termasuk altruisme disini adalah empati, dimana empati adalah kemampuan berfikir objektif tentang kehidupan terdalam dari orang lain.
Kemudian keinginan memberi, meskipun menguntungkan bagi orang lain yang mendapatkan perlakuan demikian untuk memenuhi kebutuhan orang lain, perilaku ini dapat berupa barang atau yang lainnya. Sukarela adalah tindakan yang dilakukan semata untuk kepentingan dan kebutuhan orang lain, tidak ada keinginan untuk memperoleh imbalan.
Sebuah tindakan disebut altruisme jika memenuhi tiga ciri, memberikan manfaat bagi orang yang ditolong atau berorientasi untuk kebaikan orang yang akan ditolong, karena bisa jadi seseorang berniat menolong, namun pertolongan yang diberikan tidak disukai atau dianggap kurang baik oleh orang yang ditolong. Ciri kedua adalah pertolongan yang diberikan berproses dari empati atau simpati yang selanjutnya menimbulkan keinginan untuk menolong.