Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyoroti lonjakan ini sebagai sesuatu yang patut diperhatikan publik karena terjadi di tengah seruan efisiensi belanja negara.
BARISAN.CO – Pemerintah menetapkan anggaran pertahanan dalam APBN 2025 sebesar Rp245,2 triliun, naik 47,62 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp166,1 triliun.
Kenaikan ini menjadi salah satu sorotan dalam laporan pelaksanaan APBN semester I 2025 yang disampaikan Menteri Keuangan kepada DPR.
Dalam kanal YouTube-nya, ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menyatakan bahwa pemberitaan ini belum banyak mendapat perhatian media, padahal menurutnya penting diketahui publik.
Ia menjelaskan bahwa angka ini berasal dari dokumen resmi pemerintah dan bukan sekadar pernyataan verbal, sehingga kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Awalil, umumnya outlook belanja kementerian/lembaga (KL) ditampilkan lebih rendah dari rencana karena berbagai alasan, termasuk efisiensi dan realisasi yang belum maksimal.
Namun, dalam laporan semester ini, Kementerian Pertahanan justru menunjukkan outlook yang meningkat tajam berbeda dengan tren penghematan yang sebelumnya diumumkan pemerintah melalui Inpres dan PMK tentang efisiensi belanja.
Diketahui, realisasi belanja pertahanan pada semester I telah mencapai Rp102,2 triliun atau 61,6 persen dari total pagu, sebuah capaian yang relatif tinggi dibandingkan rata-rata KL lainnya yang masih di bawah 45 persen.
Sementara itu, prognosis untuk semester II mencapai Rp143 triliun, menjadikan total outlook belanja pertahanan 2025 sebesar Rp245,2 triliun.
“Kalau kenaikannya setinggi ini, itu pasti ada program baru. Dan itu seharusnya menjadi perhatian DPR, apakah boleh ada penambahan sedemikian spektakuler tanpa perubahan APBN,” ujar Awalil.
Ia menambahkan bahwa peningkatan ini sangat mencolok karena sebagian besar kementerian/lembaga lain justru mengalami penurunan anggaran.
Berdasarkan rincian dalam dokumen pelaksanaan APBN, kenaikan anggaran pertahanan terutama untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), pemeliharaan dan peningkatan alutsista, pembangunan rumah dinas prajurit, serta pengadaan sarana dan prasarana pertahanan lainnya.
Dalam klasifikasi fungsi belanja, Kementerian Pertahanan tercakup dalam satu-satunya fungsi pertahanan, sehingga angka dalam fungsi dan KL identik. Hal ini berbeda dengan fungsi lain seperti pendidikan atau kesehatan, yang anggarannya tersebar di beberapa kementerian.
Selain Kementerian Pertahanan, beberapa lembaga lain yang mengalami peningkatan signifikan adalah Badan Pangan Nasional (Bapanas) secara nominal, serta Badan Intelijen Negara (BIN) dari sisi persentase.
“Berita ini penting untuk dicermati lebih lanjut, karena menunjukkan adanya pengecualian dalam kebijakan efisiensi belanja negara. Dan publik perlu tahu bahwa belanja negara justru diarahkan lebih besar ke sektor pertahanan dan keamanan,” tegas Awalil.