Ekonomi

Anggaran Riset Semakin Menurun, Ekonom Tegaskan Indonesia Tidak Punya Grand Strategy

Anatasia Wahyudi
×

Anggaran Riset Semakin Menurun, Ekonom Tegaskan Indonesia Tidak Punya Grand Strategy

Sebarkan artikel ini

Jika dibandingkan dengan total PDB, negara maju, Indonesia tentu tertinggal bahkan total anggarannya kurang dari 1% PDB.

BARISAN.CO – Israel dan Korea Selatan menjadi negara dengan pengeluaran terbesar di dunia terkait penelitian dan pengembangan (R&D) berdasarkan persentase produk domestik bruto (PDB). Sedangkan, jika diukur dengan dolar, Amerika Serikat yang konsisten membelanjakan anggarannya besar-besaran untuk penelitian dan pengembangan.

Israel menggelontorkan anggaran 5,35% dari PDB sedangkan Korea Selatan 4,80%. Meski persentase anggaran R&D di bawah Israel dan Korea Selatan yakni 3,42% pada tahun 2023 Joe Biden menggelontorkan anggaran hingga US$204,9 miliar yang berfokus pada pemanfaatan potensi penuh ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan rakyatnya.

Bahkan, dari jumlah anggaran tersebut, Amerika Serikat mengalokasikan US$81,7 miliat selama lima tahun salahsatunya untuk kesiapsiagaan menghadapi pandemi.

Berbeda dengan ketiga negara di atas, anggaran riset di Indonesia justru semakin menciut. Di tahun 2017, anggaran riset dan inovasi mencapai angka Rp24,9 triliun. Kemudian di tahun 2018 dan 2019 nilainya menjadi Rp21 triliun. Satu tahun BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) didirikan atau pada 2020, anggaran riset dan inovasi turun menjadi Rp18 triliun. Puncaknya pada tahun 2023 dan 2024, anggarannya masing-masing menjadi Rp6,3 triliun dan Rp5,9 triliun.

Dari angka ini terlihat, pemerintahan era Jokowi belum menganggap riset dan inovasi penting.

Sedangkan, pada tahun 2024, anggaran infrastruktur sebesar Rp423,4 triliun, yang ini akan digunakan untuk mendukung transformasi ekonomi Indonesia serta penyelesaian pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).

Meski pemerintah paham betul riset sangat penting, pemerintah malah mempertimbangkan opsi menyetop alokasi APBN ke Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) agar porsi dana pendidikan sebesar 20 persen per tahun bisa fokus membenahi riset dan pengembangan.

Opsi itu disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjawab rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia yang kini masih relatif rendah.

Ekonom Awalil Rizky mengakui, nilai anggaran riset memang menurun.

“Analisa di laporan internasional tentang dana riset bukan hanya yang di APBN, yang di perguruan tinggi dan perusahaan juga dihitung. Untuk kasus Indonesia memang tak banyak yg di luar pemerintah sedangkan untuk negara maju justru swasta alokasikan dana riset yang besar,” kata Awalil kepada Barisanco, Senin (12/2/2024).

Di negara maju, kata Awalil, perusahaan seperti Apple, Samsung, Tesla dan lainnya mengucurkan dana riset.

Menurut data Statista, dari tahun 2007-2023 anggaran penelitian dan pengembangan Apple terus mengalami peningkatan. DI tahun 2007 nilainya US$0,78 miliar sedangkan di tahun 2023 mencapai US$29,92 miliar.

Jika dibandingkan dengan total PDB, negara maju, Indonesia tentu tertinggal bahkan total anggarannya kurang dari 1% PDB, yang disebut Awalil masih kurang besar.

Sebagian besar anggaran riset masih bertumpu pada pemerintah, ungkap Awalil.

“Karena kebanyakan industri di sini tidak butuh riset yang besar-besaran seperti otomotif, smartphone, mesin canggih, mesin berbasis listrik, dan lain-lain.Industri kita banyak yang berteknologi rendah termasuk makanan minuman dan rokok,” jelas Awalil.