Jika PDIP tak mengusung Ganjar, maka peluang untuk diusung partai lain tetap ada. Dengan satu catatan, elektabilitas Ganjar harus paling tinggi. Di sini, peran presiden Jokowi sangat menentukan. Tanpa campur tangan kekuatan Jokowi, Ganjar bukan siapa-siapa.
Mengusung Ganjar bagi partai lain bukan tanpa risiko. Mengingat Ganjar adalah kader PDIP. Kader tetap kader. Apalagi, Ganjar cukup lama berkarir di PDIP. Tentu ini memiliki ikatan emosional, rasional dan sosial yang cukup kuat. Setiap saat Ganjar bisa kembali ke PDIP jika hajatan Pilpres sudah selesai. Sebab, PDIP adalah rumah yang paling nyaman buat Ganjar dengan semua histori, kolega dan konstutuennya.
Berbeda dengan Anies, karena bukan kader, maka saham dan positioning partai akan lebih kuat. Anies bisa menjadi milik bersama, bukan milik partai tertentu. Di sini, ada kolektivitas yang memberi jaminan setiap partai untuk terlibat dalam kebijakan. Dan ini, tak mudah didapatkan jika mendukung kader partai lain.
Bagi partai besar seperti Golkar, mendukung Anies bisa menempatkannya menjadi dirijen. Jika mengusung Ganjar, nasib Golkar akan seperti saat ini, kalah gaung dan pengaruh dari PDIP.
Dari sisi karakter, Anies dan Golkar memiliki chemistry. Anies sosok yang egaliter, moderat dan terbuka. Begitu juga dengan Golkar, partai moderat dan sangat terbuka.
Hanya saja, Golkar biasanya kalah berani dan kalah cepat dengan langkah Nasdem. Nasdem dikenal sebagai partai yang berani ambil langkah cepat untuk mendukung Capres. Dan tampaknya, di pilpres 2024, Nasdem menghindari satu gerbong dengan PDIP. Pengalaman 2019 membuat Nasdem tak banyak bisa bergerak karena kuatnya pengaruh PDIP.
Bagaimana dengan PKS, PAN dan PPP? Jika tiga partai ini satu gerbong dengan PDIP, suaranya besar kemungkinan akan rontok. Konstituen tiga partai ini sedang marah terhadap PDIP.
Sementara Demokrat, wait and see. Mungkin akan menentukan pilihan di akhir. Sedangkan PKB? Muhaimin cukup lincah dalam lobi. Akan bergantung hasil negosiasi. Kecuali jika ia terpilih jadi Ketum PBNU. Konstalasi bisa berubah.
Jakarta, 3 Nopember 2021