Edukasi

Anies Peluk Muhaimin, Pasangan Ideal yang Merangkul Aspek Kemanusiaan

Lukni Maulana
×

Anies Peluk Muhaimin, Pasangan Ideal yang Merangkul Aspek Kemanusiaan

Sebarkan artikel ini
pelukan anies
Capres Anies Baswedan memeluk wakilnya Muhaimin Iskandar seusai jalani debat Cawapres, pemilu 2024

BARISAN.CO – Momen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam rangkaian debat keempat Cawapres pemilu tahun 2024 yakni pelukan cinta pasangan AMIN. Selesai debat dan jelang menyanyikan lagu Bagimu Negeri tampak pelukan Anies kepada Muhaimin Iskandar.

Pelukan Anies Baswedan merupakan luapan kebahagiaanya kepada sosok Ketua Umum PKB tersebut. Sebab Cak Imin panggilan akrabnya mampu melewati debat tema Energi, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Pajak Karbon, Lingkungan Hidup dan Agraria serta Masyarakat Adat dengan baik.

Terlebih lagi Cak Imim mampu memperbaiki diri yang mana pada debat pertamanya mendapatkan nilai yang kurang baik. Terlebih lagi Cak Imin mendapat sentimen pasca debat dengan nilai positif sebagaimana yang dirilis Drone Emprit.

Cak Imin mendapat nilai positif sebesar 80%, justru cawapres Paslon 2 yang mendapakan sentimen negatif sebesar 60% sementara Mahfud MD mendapatkan sentimen positif sebesar 79%.

Pelukan tersebut tentu bukan sekadar persoalan itu saja, pelukan adalah keajaiban yang merangkul setiap aspek kemanusiaan. Meskipun sederhana secara fisik, makna pelukan melampaui batas-batas sentuhan jasmani, menciptakan jembatan tak terlihat yang menghubungkan hati dan jiwa.

Inilah poin penting pasangan AMIN memang benar-benar pasangan ideal, sosok intelektual dan santri. Pasangan organik yang mempu menjelajahi rasa kemanusiaan, keintiman, dan dukungan emosional.

Memang pada dasarnya pelukan adalah bagian tak terpisahkan dari esensi kemanusiaan. Sejak lahir, manusia mencari sentuhan sebagai bentuk komunikasi pertama mereka dengan dunia luar. Maka ketika bayi terlahir ke dunia, si bayi langsung didekatkan kepada ibunya agar ia merasakan pelukan dari ibunya.

Pelukan merupakan bahasa universal yang melintasi budaya, bahasa, dan batas-batas sosial. Ini mencerminkan kebutuhan bawaan kita akan koneksi dan interaksi manusiawi.

Dari Anas Ra, Rasulullah Saw bersabda:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيَّ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا

Artinya: “Adalah para sahabat Nabi Shalallahu alihi salam apabila mereka bertemu mereka saling berjabat tangan, dan apabila datang dari safar mereka berpelukan.” (HR. Thabrani)

Tentu dalam Islam pelukan memiliki tempatnya sendiri dengan batasan dan nilai-nilai etika yang ditentukan oleh ajaran agama.

Pelukan antar saudara seiman sering digunakan sebagai tanda keakraban dan persatuan dalam komunitas Muslim.

Sebagaimana yang dicontohkan dalam tradisi-tradisi di masyarakat, seperti ketika Hari Raya Idul Fitri, pelukan menjadi tradisi yang umum dilakukan sebagai tanda kebahagiaan, maaf-memaafkan, dan persatuan umat Muslim setelah menyelesaikan ibadah puasa selama bulan Ramadan.

Terlebih lagi dalam hubungan berumah tangga, pelukan antara suami dan istri adalah bentuk intim yang diperbolehkan dalam Islam. Ini menjadi cara untuk mengekspresikan cinta dan keintiman di antara pasangan yang dijalani dalam batas-batas syariat Islam.

Begitu juga dengan pelukan Anies Baswedan kepada Muhaimin Iskandar, pelukan itu menunjukkan dukungan dan kepercayaan. Selain itu dukungan emosional, bukan sekadar gerakan fisik melainkan ekspresi dari kelembutan dan perhatian.