Scroll untuk baca artikel
Blog

Anies Putra Sang Fajar

Redaksi
×

Anies Putra Sang Fajar

Sebarkan artikel ini

Jauh sebelum menyandang gelar proklamator dan pendiri bangsa, penyambung lidah rakyat dan pemimpin besar revolusi. Soekarno lebih dulu dijuluki putra sang fajar saat ia baru saja dilahirkan.

PUTRA yang awalnya bernama Kusno, dipenuhi semangat membebaskan negara bangsa dari kolonialisme dan imperialisme saat itu. Kini sejarah berulang, putra sang fajar itu lahir kembali mewujud Anies yang berhadapan dengan kapitalisme gaya baru berbentuk oligarki.

Setelah sekian lama dalam masa penjajahan dan 76 tahun menjadi negara bangsa yang merdeka. Sesungguhnya Indonesia belum merdeka sepenuhnya, belum berdaulat sepenuhnya dan belum mandiri sepenuhnya. Apa yang telah diperjuangkan Soekarno dan para pendiri bangsa lainnya, seperti tak berbuah manis, bahkan realitas kehidupan rakyat saat ini, tak ubahnya seperti kembali pada masa kolonialisme.

Kekayaan sumber daya alam dikuras hanya untuk kepentingan asing dan aseng. Kedaulatan negara rapuh seiring hancurnya ketahanan pangan, ditandai langkanya minyak goreng, kedelai, gula, garam dan akan banyak lagi kehilangan kebutuhan rakyat yang utama.

Tidak ada ruang demokrasi dan aparat begitu represif, sama halnya dengan pemerintahan kolonial yang menindas rakyat pribumi. Kehidupan ekonomi begitu morat-marit, rakyat semakin miskin dan sulit memenuhi kebutuhan sembako sehari-hari.

Dalam penderitaan dan hidup menanggung utang negara, rakyat hanya bisa melihat korupsi dan pesta-pora para penguasa. Seperti dulu yang dilakukan oleh para kompeni dan kini yang mewujud oligarki.

Indonesia seperti kembali pada jaman kegelapan, dimana hak asasi manusia menjadi sangat rendah dan terhinakan. Di sana-sini rakyat diperlakukan dengan biadab, tak ubah sebagai budak yang harus tunduk dan patuh pada majikannya. Kezaliman penguasa begitu ekspresif dan telanjang dipertontonkan, rakyat dipaksa melaksanakan kewajibannya, sementara haknya dicabut bahkan hanya untuk sekedar hidup layak.

Negara diperkosa dan rakyat sengsara menanggung beban hidup yang begitu berat karena ulah penguasa. Mirisnya, Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI ditafsirkan sendiri dan digunakan sebagai alat legalitas dan legitimasi penjajahan gaya baru oleh penyelenggara negara. sebuah kenyataan-kenyataan sulitnya melawan penjajahan karena harus menghadapi bangsa asing ketimbang bangsa asing dan aseng, seperti kata Soekarno putra sang fajar.

Ada semacam adagium, tiap pemimpin ada jamannya, tiap jaman ada pemimpinnya. Petuah lama itu terbukti ada benarnya dan selalu berada dalam siklus sejarah peradaban manusia. Indonesia menjadi bangsa yang tidak terkecuali terlepas dari itu. Negara yang luar biasa kebesaran dan kekerdilannya, kekayaan dan kemiskinannya, keberadaban dan kebiadaban, kemuliaan akhlak dan kebejatan moralnya rakyatnya. Semua kontradiksi bangsa yang seiring dengan silih-bergantinya kehadiran pemimpin yang adil dan zalim.