Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Terkini Lingkungan

Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian

:: Ananta Damarjati
4 Mei 2021
dalam Lingkungan
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian

Ilustrasi: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

BARISAN.CO – Pertanian adalah aspek fundamental bagi perekonomian Indonesia. Sayangnya, ada banyak masalah yang harus dihadapi petani kita, mulai dari sarana prasarana, distribusi, tata niaga, hingga perubahan iklim yang makin tak menentu.

Pada masalah yang disebut belakangan, sepekan lalu BMKG menyatakan dampak perubahan iklim telah menyebabkan frekuensi hujan ekstrem di Indonesia makin sering terjadi. Selain itu, intensitas hujan musim kemarau cenderung berkurang, sehingga risiko kekeringan meningkat.

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kekeringan musim kemarau dan hujan ekstrem di musim penghujan ini diproyeksikan akan bertahan sampai akhir Abad ke-21.

Hal tersebut jelas menuntut proses adaptasi, demi mengantisipasi dampak bencana dan kerugian ekonomi.

BACAJUGA

Kontribusi Pertanian pada Pertumbuhan Ekonomi (%), 2011-2021

Kontribusi Pertanian pada Pertumbuhan Ekonomi (%), 2011-2021

24 Maret 2022
Pertumbuhan Sektor Pertanian, 2001-2021

Pertumbuhan Sektor Pertanian, 2001-2021

21 Maret 2022

Dalam pada itulah sektor pertanian agaknya perlu diperhatikan lebih serius. Sebagai aspek yang paling mendasar bagi ekonomi Indonesia (terutama dalam konteks menjamin kecukupan pangan seluruh rakyat), sektor pertanian perlu didorong untuk meningkatkan nilai tambah dengan mempertimbangkan sisi produktivitasnya dan sisi keberlanjutannya.

Dua sisi tersebut tak bisa ditawar. Arti penting dari produktivitas dan keberlanjutan akan makin terasa jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa sektor pertanian ini telah menjadi salah satu penyumbang Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di Indonesia.

Dikhawatirkan, jika praktik as usual pertanian terus berlanjut, produktivitas petani kita akan terus melemah dan keberlanjutannya tidak berlangsung lama.

Tren menunjukkan, pertumbuhan sektor pertanian keseluruhan selalu lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi—pengecualian tahun 2020 saat pandemi Covid-19 meluluhkan pertumbuhan ekonomi hingga minus 2,07%.

Secara umum, laju pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian terbilang lambat, hanya di kisaran tiga persen per tahun. Sementara itu, jumlah absolut pekerja di sektor pertanian relatif tidak berkurang, yang itu berarti produktivitas sektor ini tak mengalami peningkatan berarti.

Grafik 1: Pertumbuhan sektor pertanian (2011-2020)
Chart by Visualizer

Sumber data: Badan Pusat Statistik.

Di sisi lain, kontribusi sektor pertanian terhadap meningkatnya GRK juga tak dapat dibilang sedikit. Menurut data BPS, sejak tahun 2010, pertanian menyumbang 8% (atau 104.501 ribu ton CO2e) dari total GRK Indonesia. Angka itu relatif meningkat secara konstan hingga mencapai 10,5% dari total GRK pada tahun 2017.

Angka emisi CO2e tak menunjukkan penurunan bahkan ketika total emisi CO2e menunjukkan laju fluktuatif. Pada tahun 2016-2017, saat total emisi CO2e menurun dari 1.457.821 ribu ton CO2e menjadi 1.150.772 ribu ton CO2e, emisi pertanian tetap menunjukkan peningkatan dari 116.690 ribu ton CO2e menjadi 121.686 ribu ton CO2e.

Tren peningkatan yang tampak cukup konsisten dapat menjadi indikasi masalah emisi karbon CO2 sektor pertanian. Jika dilihat dalam spektrum yang lebih jauh, akan tampak betapa sektor pertanian selama hampir 20 tahun terakhir relatif dikelola tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

Grafik 2: Emisi GRK dalam ribu ton CO2e (2001-2017)
Chart by Visualizer

Sumber data: Badan Pusat Statistik.

Padahal, dalam UU No. 16 Tahun 2016 ditegaskan bahwa Indonesia berketetapan untuk menurunkan GRK lewat dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Pada dokumen itu, Indonesia menanggung komitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan usaha sendiri (dan 41% dengan dukungan internasional) sampai pada tahun 2030.

Kenyataan bahwa produktivitas pertanian masih rendah, ditambah dengan emisi karbon yang tinggi, jelas penting dikaitkan dengan solusi langsung salah satunya lewat peremajaan lahan. Dengan cara ini, peran sektor pertanian dapat berkembang lebih besar, bahkan komoditasnya dapat ditingkatkan sebagai andalan ekspor.

Peremajaan penting dilakukan sebagai upaya menggenjot produksi pertanian tanpa keharusan menambah luas lahan. Dalam kertas kerja koalisi Generasi Hijau, ada lima jenis perkebunan rakyat yang perlu didorong untuk melakukan perbaikan pola budidaya, meliputi: karet, kopi, kakao, kelapa, dan sawit.

Disebut-sebut, cara terbaik melakukan peremajaan adalah lewat penanaman kembali lahan perkebunan yang terdegradasi dengan benih genetik unggulan. Benih tersebut harus merupakan varietas rendah emisi berdaya hasil tinggi.

Dalam hal ini, pemerintah perlu memikirkan bentuk insentif untuk para petani melakukan penanaman kembali. Transfer dana tunai jangka pendek kepada pemilik perkebunan kecil, petani kecil, dapat menjadi solusi terbaik.

Selain itu, urgensi peremajaan sektor pertanian juga harus menimbang manfaat langsung yang dapat diperoleh petani. Hal ini pernah (dan terus) digaungkan oleh Presiden Joko Widodo, salah satunya lewat konsep korporasi petani.

Presiden meyakini, dengan cara bekerja dalam kelompok besar, petani dapat melakukan pengelolaan pertanian dari hulu hingga hilir dengan menggunakan manajemen modern, memanfaatkan aplikasi-aplikasi modern, melakukan industri yang modern, sekaligus memasarkan produknya kepada industri retail atau konsumen.

Sekurang-kurangnya, menurut koalisi Generasi Hijau, jika dua program tersebut dapat berjalan dengan baik, diperkirakan akan ada pengurangan emisi sebesar 100 juta tCO2e dalam jangka waktu 20 tahun. Pengurangan itu mencakup ‘penghindaran’ emisi sebesar 63 tCO2e/ha atas lahan yang diremajakan dan pengurangan emisi sebesar 85 tCO2e/ha selama 20 tahun.

Produktivitas petani perlu didukung. Keberlanjutan sektor pertanian perlu terus dipikirkan. Pada akhirnya, dukungan riil pemerintah dalam bentuk stimulus fiskal juga merupakan bagian terpenting demi upaya jangka panjang menjadikan negeri agraris ini berdaulat atas pangan. []

Topik: Ekonomi BerkelanjutanPertanian BerkelanjutanProduktivitas PetaniSektor Pertanian
Ananta Damarjati

Ananta Damarjati

Warga negara Indonesia, tinggal di Jakarta

POS LAINNYA

Dana Penghapusan Hutang AS
Lingkungan

Maraknya Dana Kejahatan Lingkungan, Dana Penghapusan Hutang AS untuk Konservasi Hutan Tropis Digugat

30 Mei 2023
Langkah Mengurangi Pemanasan Global Melalui Transportasi Umum
Lingkungan

Badan Energi Internasional Sebut Mobil Listrik Tak Bakal Menyelamatkan Iklim, Lho Kok Bisa?

20 Mei 2023
gerakan kolektif
Lingkungan

Didik Rachbini: Perlu Gerakan Individual dan Kolektif Atasi Krisis Lingkungan

19 Mei 2023
karhutla
Lingkungan

Musim Kemarau Tiba, Pemerintah Perlu Waspada Ancaman Karhutla

17 Mei 2023
Ancaman Krisis Air, Perubahan Iklim Bukan Akar Masalah
Lingkungan

Ancaman Krisis Air, Perubahan Iklim Bukan Akar Masalah

16 Mei 2023
Harga Energi Terbarukan Lebih Mahal Cuma Mitos
Lingkungan

Harga Energi Terbarukan Lebih Mahal Cuma Mitos

13 Mei 2023
Lainnya
Selanjutnya
Presiden Terus Berharap Vaksinasi Dapat Perlambat Sebaran Covid-19

Presiden Terus Berharap Vaksinasi Dapat Perlambat Sebaran Covid-19

Kebijakan Fiskal 2022 Belum Dukung Pemulihan Ekonomi Hijau

Kebijakan Fiskal 2022 Belum Dukung Pemulihan Ekonomi Hijau

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Bahlil Lahadalia Menjadi Pengusaha
Terkini

Bahlil Lahadalia Ajak Lulusan Universitas Paramadina Menjadi Pengusaha

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Orasi ilmiah "Kebijakan Investasi untuk Mencapai Indonesia yang Sejahtera"

Selengkapnya
kandungan gizi tempe

Kandungan Gizi Tempe, Berikut Cara Menggoreng yang Baik dan Renyah

1 Juni 2023
korupsi dan ideologi

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

1 Juni 2023
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023

Poster Perhatikan Kebutuhan Pokok Bukan Terus Merokok, Mahasiswa Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia

1 Juni 2023
ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

1 Juni 2023
Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

1 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

korupsi dan ideologi
Opini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Korupsi dan ideologi

Selengkapnya
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
Mengawasi Black Campaign

Penguatan Peran Bawaslu dalam Mengawasi Black Campaign di Sosial Media pada Pilpres 2024

31 Mei 2023
Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

30 Mei 2023
Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

29 Mei 2023
Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

29 Mei 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang