Yang diperlukan dalam mengatasi kesenjangan alamiah atau kemiskinan, menurut Pak Kunto, sapaan yang biasa ditujukan kepada Dr. Kuntowijoyo, adalah terbukanya kran untuk mobilitas sosial. Dan, zakat, infak, serta shadaqah efektif untuk mengatasi kesenjangan natural ini. Kemudian, jenis politik yang mesti diusung oleh para pemangku kebijakan: tidak adanya campur tangan negara dalam urusan keagamaan.
Selanjutnya, istilah mustadh’afin, Pak Kunto menerjemahkannya sebagai kesenjangan struktural, atau cukup dengan diksi “kesenjangan”. Berbeda dengan kemiskinan, di mana negara tidak campur tangan dengan urusan agama, menghadapi kesenjangan justru diharuskan campur tangan aktif dari pemegang kekuasaan. Karena latar kesenjangan berbeda dengan kemiskinan.
Kesenjangan terjadi karena preferensi politik. Adanya campur tangan kekuasaan yang memuluskan proyek-proyek buat pemodal besar. Adanya pembedaan yang ditetapkan penguasa terhadap konglomerat dan cukong berkantong tebal dengan kelompok usaha menengah dan kecil.
Oleh karena itu, umat Islam berkepentingan dengan demokrasi, yang meniscayakan adanya transparansi kekuasaan. Adanya manajemen yang rasional. Sehingga upaya mengatasi kesenjangan itu menjadi mungkin karena ada dukungan politik.
Begitulah, dengan singkat kata, epistemologi relasional itu niscaya memahamkan umat Islam adanya arah perjuangan: berjalan menuju Tuhan, dan pembelaan kepada kaum dhu’afa dan mustadh’afin.