Scroll untuk baca artikel
Blog

Assasin – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Assasin – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

“Tuanku tentulah sangat lapar.” Hamba akan segera sajikan.  Namun sebelumnya, hisaplah pipaku ini barang dua hisapan saja!” pinta perempuan yang lain sembari  menyodorkan sebentuk pipa canglong berukir ke depan mulut Bagal. 

Dan entah bagaimana kejadiannya, ketika Bagal mulai menghisap pipa tersebut tiba-tiba saja kegembiraan demi kegembiraan mulai menyerbu hatinya.  Kewarasannya seperti menguap begitu saja.  Dan sedetik kemudian Bagal bagai kerbau yang dicocok hidungnya.  Iapun berjalan mengikuti saja ajakan perempuan tersebut.  Apalagi perutnya memang sudah sedemikian kosongnya.  Wangi tubuh perempuan itu sedemikian jelas tercium oleh hidung Bagal. 

Sepanjang langkahnya mata lelaki bertubuh gempal itu tak henti-hentinya memelototi bagian per bagian lorong demi lorong yang ia lewati.  Semua pintu-pintunya terbuat dari emas dan perak.  Jauh lebih indah ketimbang yang ada di dalam istana Sultan. 

Saking takjubnya, tak satupun kata-kata mampu keluar dari mulutnya.  Dan setelah berjalan melewati beberapa lorong, sampailah Bagal pada sebuah ruangan besar sekali.  Di tengah ruangan tersaji aneka makanan di atas sebuah meja besar.  Sementara di pinggir-pinggir ruangan belasan perempuan tersenyum padanya sambil mengucapkan selamat datang.

Dan betapa terkejutnya Bagal ketika kursi yang ia dudukipun terbuat dari emas.  Tentu saja indahnya melebihi singgasana Sultan yang biasa ia saksikan.  Tak lama setelah ia duduk, satu per satu perempuan-perempuan yang ada di ruangan tersebut mulai menyuapinya secara bergantian. 

Bagal yang hanya seorang penjaga pintu gerbang merasa ini semua adalah makanan terlezat yang pernah ia santap.  Ketika seorang perempuan menyodorkan secawan arak padanya, Bagal terlihat ragu-ragu untuk menerimanya.

“Di surga tak ada larangan minum arak tuanku!” sahut perempuan tersebut seperti tahu persis apa yang tengah dipikirkan oleh Bagal.  Suara perempuan itu sedemikian merdunya dan seperti sengaja dibuat-buat  untuk mengikis keraguan yang ada di dalam hati Bagal. 

Lagi-lagi Bagal hanya dapat menuruti saja kemauan perempuan-perempuan yang mengelilinginya.  Seteguk demi seteguk arak yang ada di cawan itupun tandas.  Seiring dengan tandasnya arak tersebut, lagi-lagi kegembiraan demi kegembiraan jejal menjejal memenuhi perasaannya.  Ia sendiri tak mengerti mengapa bisa demikian.

“Apakah ini Surga?  Bagaimana mungkin aku berada di sini? Lalu kapan aku mati?tanya Bagal demi mendengar perkataan perempuan tersebut.  Lelaki itu sepertinya tengah berusaha keras untuk menguasai kesadarannya kembali.