“Dan amalan apa gerangan yang telah membuatku masuk surga?” lanjut pertanyaan Bagal. Nada pertanyaan yang tentu saja dihinggapi oleh kebingungan.
“Apakah tuan lupa? Bukankah Tuan telah berjihad?” jawab seorang perempuan yang lain sambil menggelayut manja di tubuh Bagal. Spontan saja darah kelelakian Bagal bergolak bagai magma gunung berapi.
“Bukankah Tuan telah membunuh Sultan yang murtad dan bengis itu? Sambung perempuan itu sekali lagi sembari berbisik. Perempuan itu sepertinya sengaja berbisik agar ia dapat menyentuhkan bibirnya ke telinga Bagal.
Bahkan ia kini mulai berani menggosok-gosokkan pipinya yang sehalus sutera itu pada lengan lelaki berkulit legam tersebut. Terus terang ulah perempuan tersebut telah membuat jantung Bagal berdetak lebih kencang daripada biasanya.
“Mana mungkin aku berani membunuh Baginda Sultan?” tanya Bagal seperti tak percaya. Tampaknya lelaki itu masih terus berusaha keras untuk menguasai kesadarannya kembali dengan sanggahan-sanggahan yang dilontarkannya.
“Ia adalah junjunganku. Baginda adalah pemimpin yang adil dan bijaksana!” bantah Bagal seperti tak yakin dengan ucapan perempuan yang barusan didengarnya tersebut.
“Kami semua yang ada di sini adalah pelayan tuanku. Tuanku telah membinasakan penguasa lalim tersebut. Dan usaha itu telah diganjar sebagai jihad,” sahut perempuan yang lainnya lagi sembari menciumi dada Bagal yang bidang tersebut. Sekali lagi kelelakian Bagal sedemikian bergolak sehingga ia tak kuasa lagi untuk menahannya.
Dan ketika seorang perempuan mencium pipinya, Bagal benar-benar tak lagi mampu membendung birahinya. Namun ketika ia hendak membalas ciuman perempuan tersebut , tiba-tiba saja penglihatannya perlahan-lahan kabur. Segala yang dilihatnya seperti berputar-putar. Makin lama putaran itu semakin cepat. Kepalanya pun kini terasa semakin berat sekali. Dan detik berikutnya ia sudah tak sadarkan diri.
Udara sedemikian panasnya. Sinar matahari menerobos dari celah-celah anyaman daun kurma atap rumah Bagal. Entah sudah berapa lama lelaki berkulit legam itu tergolek di atas tikarnya. Ia baru terbangun ketika seekor tikus menggigit jari kakinya. Spontan lelaki itu terbangun sembari memegangi jari kakinya yang berdarah. Dan demi melihat Bagal terbangun tikus yang barusan menggigit kakinya segera lariterbirit-birit ketakutan.
“Bukankah aku telah mati? Bagaimana mungkin aku masih berada di sini!” tanya Bagal dalam hati penuh kebingungan sembari mengusap tetesan darah yang mengucur dari jari kakinya. Laki-laki itu mencoba mencubit tangannya sendiri. Ia meringis kesakitan ketika tangannya dengan keras mencubitnya.