Udara sedemikian panasnya. Sinar matahari menerobos dari celah-celah anyaman daun kurma atap rumah Bagal. Entah sudah berapa lama lelaki berkulit legam itu tergolek di atas tikarnya. Ia baru terbangun ketika seekor tikus menggigit jari kakinya. Spontan lelaki itu terbangun sembari memegangi jari kakinya yang berdarah. Dan demi melihat Bagal terbangun tikus yang barusan menggigit kakinya segera lariterbirit-birit ketakutan.
“Bukankah aku telah mati? Bagaimana mungkin aku masih berada di sini!” tanya Bagal dalam hati penuh kebingungan sembari mengusap tetesan darah yang mengucur dari jari kakinya. Laki-laki itu mencoba mencubit tangannya sendiri. Ia meringis kesakitan ketika tangannya dengan keras mencubitnya.
“Apa artinya ini semua? Lalu apakah yang kualami selama ini hanyalah mimpi belaka?” tanya Bagal dalam hati sekali lagi tanpa dapat mengerti apa yang sesungguhnya tengah ia alami. Sedetik kemudian lelaki itu sudah terlihat menyadarkan tubuhnya pada dinding gubuknya. Satu persatu ia mulai mengingat kembali peristiwa demi peristiwa yang ia alami.
Pikiran lelaki itu semakin bertambah kusut ketika ia mulai dapat mengingat-ingat kembali seluruh peristiwa yang barusan ia alami.
Dan ketika ia melongok ke luar rumah, betapa terkejutnya lelaki itu. Daging Onta yang telah dijemurnya kini sudah sedemikian keringnya. Padahal untuk menjadi kering seperti itu biasanya butuh waktu tujuh hari.
“Berarti kalau begitu aku sudah tertidur selama tujuh hari.” Gumam Bagal tak percaya. Tangannya terlihat menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
“Tapi bagaimana mungkin aku dapat tertidur selama itu?” tanyanya kembali masih tak percaya dengan apa yang dialaminya. Pikirannya semakin kusut memikirkan aneka kejadian yang ia alami.
“Dan Aku yakin Aku tidak mungkin bermimpi!” gumam Bagal ketika mengingat-ingat kembali seluruh pengalamannya yang ganjil tersebut. Masih sangat segar dalam ingatannya bagaimana cantiknya perempuan berbola mata biru yang menggandengnya kala itu.
Bahkan wangi tubuh mereka saja masih tercium oleh Bagal hingga kini. Dan entah apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh lelaki tersebut. Karena sejak saat peristiwa itu ia merasa memiliki harapan baru. Dan hanya ia sendiri yang tahu persis akan harapannya tersebut. Bahkan hari demi hari harapan itu sepertinya kian mempengaruhi hatinya.
Sudah sebulan lebih Sultan merasa resah. Pasalnya Putra Mahkota sedang sakit. Beberapa tabib telah diundang untuk mengobatinya. Namun begitu sakit beliau belum juga mereda. Dan pagi itu Sultan memutuskan untuk menjenguknya. Ia sengaja hanya membawa sepasukan kecil untuk mengawalnya. Mendengar kabar bahwa Sultan hendak berkunjung ke istana Putra Mahkota, Bagal bagai mendengar kabar yang menggembirakan hatinya.
Entah apa yang sesungguhnya tengah bersemayam di dalam pikiran lelaki asal Najasyi itu. Belati beracun yang selalu tersimpan di balik bajunya tersebut, tiba-tiba saja telah ia sarangkan tepat di jantung Baginda Sultan ketika Baginda melewati gerbang penjagaan istana Putra Mahkota. Semua pengawal Baginda tak sempat memberikan perlawanan sedikitpun.
Mereka seperti tak berkutik dibuatnya. Tak seorangpun menduga bahwa bakal terjadi peristiwa tersebut. Tikaman Bagal sedemikian cepatnya. Tak perlu menunggu hitungan jari, Baginda Sultanpun tewas seketika.