Scroll untuk baca artikel
Berita

Awalil Rizky: 13 Alasan Mengapa Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi

×

Awalil Rizky: 13 Alasan Mengapa Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Presiden Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi
Presiden Joko Widodo/FB

Di tengah klaim pencapaian yang sering digaungkan, Bright Institute mengungkapkan kenyataan pahit tentang kegagalan ekonomi selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi dengan 13 alasan yang sulit dibantah.

BARISAN.CO – Bright Institute merilis hasil asesmen terbaru yang mengevaluasi berbagai aspek kebijakan ekonomi selama sepuluh tahun terakhir. Lembaga riset tersebut menyimpulkan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi gagal di bidang ekonomi, Selasa (15/10/2024)

Ironisnya, mayoritas dari alasan kegagalan tersebut berasal dari indikator yang sebelumnya ditentukan oleh pemerintah sendiri

Dalam diskusi webinar yang dilaksanakan pada Selasa (15/10) sore, Bright Institute menilai setidaknya ada 13 alasan ekonomi selama sepuluh tahun yang gagal membaik dan bahkan memburuk: (1) PDB tumbuh melambat; (2) struktur produksi makin rapuh; (3) produksi pangan makin tidak mencukupi;

(4) separuh pekerja dalam kondisi rentan; (5) transaksi internasional semakin dalam ketergantungan; (6) kondisi keuangan pemerintah selalu dalam kesulitan; (7) kondisi investasi dan pelaku usaha tidak stabil; (8) industri keuangan belum optimal; (9) sumber daya, mineral, dan energi belum optimal;

(10) kemiskinan dan ketimpangan masih besar; (11) defisit APBN yang terus menerus dan makin besar; (12) kebijakan fiskal, terutama pengelolaan utang, bertambah mengkhawatirkan; serta (13) koordinasi moneter dan perbankan yang kurang efektif.

“Pertumbuhan ekonomi era Jokowi tidak pernah mencapai target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang ditetapkan dia sendiri” jelas Awalil Rizky, Ekonom Senior Bright Institute.

Jika dibandingkan dengan target RPJMN 2015-2019 dan 2020-2024 yang ditetapkan oleh pemerintah di awal masing-masing periode, realisasi pertumbuhan ekonomi tidak ada yang pernah menyentuh target tersebut.

“Target pertumbuhan tahun 2024 yang berkisar di 6,2 hingga 6,5 persen, juga bisa dipastikan tidak akan tercapai tahun ini,” jelas Awalil.

Awalil juga menjabarkan target-target indikator lainnya dalam RPJMN seperti PDB per kapita, GNI per kapita metode atlas, pertumbuhan konsumsi rumah tangga, pertumbuhan investasi yang diukur dari Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB), pertumbuhan sektor pertanian, target penurunan porsi sektor pertanian dalam PDB, skor Global Food Security Index (GFSI), tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, posisi cadangan devisa, pendapatan negara, rasio perpajakan, defisit anggaran, semuanya tidak ada yang memenuhi target.

“Padahal target-target ini banyak yang diturunkan di RPJMN periode kedua, namun tetap gagal mencapai target,” ujar Awalil.

Kenyataan atas target-target yang sebenarnya tidak tercapai ini berkebalikan dengan narasi pencapaian pemerintah yang umum digaungkan ke publik.