Dapur neneknya itu menjadi memori penting, sebab dari situlah kemudian perjalanan William Wongso memperkaya pengetahuan tentang memasak dimulai. Dari dapur itu ia berangkat, bertolak ke dapur Eropa, melanglang buana, dan kemudian kembali ke dapur nusantara untuk belajar dari para pakar dan penduduk desa.
Terhitung sejak tahun 1972, William Wongso telah belajar dari dapur ke dapur. Ia pun telah menyimpulkan banyak hal. Termasuk bahwa, cita rasa kuliner nusantara memang harus dicicipi secara langsung dari dapur-dapur penduduk. Tidak cukup kalau hanya membaca resep. Dalam satu jenis bumbu olahan rendang saja, menurutnya, dapat menghasilkan ratusan cita rasa yang berbeda.
Dalam satu wawancara, laki-laki bernama lengkap William Wiraatmadja Wongso itu mengaku belum merasa bosan belajar kuliner bahkan di usianya yang sudah kepala tujuh. “Kuliner itu enggak ada habisnya. Yang klasik aja enggak habis dicoba, ditambah lagi yang katanya modern atau fusion yang enggak karu-karuan itu,” tuturnya.
Hari ini, upayanya berdiplomasi lewat rendang pun masih belum usai. Ia ingin agar, diawali lewat rendang, kuliner nusantara dapat memenangkan hati publik internasional. Pada akhirnya William Wongso bercita-cita untuk menjadikan cita rasa nusantara sebagai soft power yang menggerus hegemoni cita rasa Barat. []