Scroll untuk baca artikel
Blog

Bagaimana William Wongso Memasak Rendang?

Redaksi
×

Bagaimana William Wongso Memasak Rendang?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COSiapkan wajan, nyalakan api, masukkan santan, tumis bumbu sampai harum, lalu masukkan daging sapi, osreng-osreng sampai empuk, dan begitulah proses sebelum akhirnya Wiliam Wongso menghidangkan rendang.

Anda tentu dengan mudah dapat menirukan proses demikian, tapi Anda bukan William Wongso.

Di bawah sini, di bumi nusantara, sejatinya rendang selalu serupa satu sama lain. Resepnya selalu merupakan daging yang dikaramelisasi santan, yang dihasilkan dari proses domestik penuh ketabahan.

Dalam kaitannya dengan rendang ini, William Wongso jelas menjadi nama yang istimewa. Ia bukan sekadar koki yang memasak. Sejak 2010, Pak Wongso malah telah tampil sebagai non-state actor dengan inisiasinya menjadikan rendang sebagai alat diplomasi negara.

Lewat sepiring rendang, William Wongso banyak melakukan presentasi ke negara manapun ia singgah. Beberapa untuk disebutkan, ia pernah memperkenalkan rendang dalam acara World Food Conference di Napa, California, Amerika Serikat.

Pernah pula di tahun 2015, masih di AS, ia tampil di Gala Dinner United States Chamber of Commerce, di mana acara tersebut dihadiri pula Presiden Joko Widodo. Ia melakukan hal yang sama di Eropa, Afrika, dan Asia.

William Wongso memilih rendang untuk dipromosikan, karena kuliner tersebut memiliki kompleksitas baik dari segi bumbu maupun proses pembuatannya: nyaris tidak ada jalan pintas membuat rendang—misalnya dipresto, direbus dulu, atau dipercepat dengan cara lainnya—dan baginya itu menggambarkan keunikan Indonesia.

Rendang juga memiliki cerita-cerita. Di tiap perjalanan William Wongso berdiplomasi, tak lupa ia menceritakan alasan kenapa rendang dapat bertahan lama tanpa pengawet. Begitu pula ia ceritakan latar filosofis sehingga rendang selalu menjadi bekal wajib para pemuda Minang yang pergi merantau.

Oleh William Wongso, rendang bukan semata dilihat dari sisi cara membuatnya. Melainkan juga dimaknai sebagai pengetahuan. Tak hanya membahas bahan dan takaran, tapi juga sejarah dan konteks budayanya.

Tentang Cita Rasa Lokal

Sewaktu kecil, William Wongso pernah punya masa tinggal bersama neneknya. Dalam buku karangannya berjudul Cita Rasa Indonesia, ia menuliskan ingatan tentang bumbu-bumbu yang diciptakan oleh neneknya di dapur rumah.

Bumbu tersebut dikerjakan dalam waktu berbulan-bulan, yaitu bawang putih yang dihaluskan dan ditaburi tempe yang sudah mengering sebagai ragi. Bumbu itu lantas ditaburi garam dan disimpan di toples. Jika neneknya memasak daging dan bumbu tersebut dicampurkan, akan muncul aroma kompleks yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Dapur neneknya itu menjadi memori penting, sebab dari situlah kemudian perjalanan William Wongso memperkaya pengetahuan tentang memasak dimulai. Dari dapur itu ia berangkat, bertolak ke dapur Eropa, melanglang buana, dan kemudian kembali ke dapur nusantara untuk belajar dari para pakar dan penduduk desa.

Terhitung sejak tahun 1972, William Wongso telah belajar dari dapur ke dapur. Ia pun telah menyimpulkan banyak hal. Termasuk bahwa, cita rasa kuliner nusantara memang harus dicicipi secara langsung dari dapur-dapur penduduk. Tidak cukup kalau hanya membaca resep. Dalam satu jenis bumbu olahan rendang saja, menurutnya, dapat menghasilkan ratusan cita rasa yang berbeda.

Dalam satu wawancara, laki-laki bernama lengkap William Wiraatmadja Wongso itu mengaku belum merasa bosan belajar kuliner bahkan di usianya yang sudah kepala tujuh. “Kuliner itu enggak ada habisnya. Yang klasik aja enggak habis dicoba, ditambah lagi yang katanya modern atau fusion yang enggak karu-karuan itu,” tuturnya.