Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Bahaya Anxiety Disorder, Pandemi Berkelanjutan Pengaruhi Perilaku Diri

Redaksi
×

Bahaya Anxiety Disorder, Pandemi Berkelanjutan Pengaruhi Perilaku Diri

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Pandemi Covid-19 berdampak kepada semua manusia di dunia, dan memunculkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial, bahkan budaya. Di level individu, yang paling membahayakan adalah timbulnya cemas berlebihan, atas perspektif dalam pikiran yang selalu menanyakan akan kualitas diri mampu atau tidakkah melalui berbagai masalah yang dihadapi.

Hal tersebut muncul sebagai sinyal dari kinerja otak kita melihat realitas saat ini. Masalah tersebut dalam pandemi ini tentu seperti halnya takut terinfeksi virus, kehilangan pekerjaan, bahkan kerugian dalam wirausahanya secara berlebihan.

Pandemi saat ini tidak sedikit manusia merasa sangat cemas atas berbagai tantangan yang harus dihadapi di situasi sulit ini. Apalagi pada manusia usia 18-30 tahun yang mempunyai keinginan atas pengakuan diri di lingkungan ia berada.

Tentu usia tersebut juga adalah kategori usia produktif yang mana seharusnya sudah mampu memiliki sebuah karya ataupun pekerjaan yang dinilai bagi diri pantas untuk diakui dalam lingkungannya. Dan kenyataan yang muncul pada pandemi saat ini membuat keinginan tersebut sangat sulit dicapai melihat kondisi pandemi terjadi secara masif dari ujung timur sampai ujung barat di berbagai belahan dunia.

Dalam bahasa psikologi kita mengenal anxiety disorder, yang merupakan sebuah kecemasan rasa takut berlebih, timbul secara kontinyu dalam jangka waktu hingga berbulan-bulan, dan sangat mengganggu kegiatannya sehari-hari.

Ditambah lagi di tengah pandemi yang berlangsung sudah berbulan-bulan sampai saat ini tidak ada jawaban pasti, entah sampai kapan akan berhenti.

Menurut Analisa Widyaningrum, seorang wanita cantik muda yang menggeluti dunia Youtube dengan konten-konten ilmu psikologi yang dikemas secara kontemporer, anxiety disorder muncul dari beberapa gejala di antaranya adalah; gejala fisik seperti pusing, mual, letih dan lesu. Selanjutnya gejala emosi, seperti halnya merasa mudah marah dan rasa meluap-luap yang muncul akibat kecemasan yang tidak bisa dikontrol.

Dan gejala yang ketiga yaitu menutup diri dari lingkungan, dengan menyendiri juga tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan disekitar. Beberapa gejala tersebut adalah gejala yang dominan pada anxiety disorder.

Apabila hal tersebut terjadi setiap hari dan berkelanjutan hingga 6 bulan, maka sangat perlu untuk dilakukan treatment secara profesional. Namun, apabila gejala tidak sampai berlanjut dan hanya terjadi sementara hal tersebut masih dalam kategori normal anxiety.

“Kecemasan merupakan emosi yang normal, di mana bisa dialami ketika seseorang merasa ada yang mengancam dirinya atau harga dirinya, dan biasanya munculnya kecemasan timbul pada saat situasional. Seperti halnya ketika mendapatkan surat peringatan dari atasan terus Anda merasa cemas dan hanya terjadi beberapa saat saja setelah itu. Maka itu hanya gejala normal anxiety. Tetapi, jika keadaannya seperti pandemi saat ini misalnya sedang kehilangan pekerjaan dan timbul kecemasan secara larut dan berkelanjutan dengan berbagai gejala fisik, gejala emosi, dan gejala ingin menyendiri maka sudah masuk dalam celah anxiety disorder,” ujar Analisa.

Kecemasan, selain mengganggu aktivitas sehari-hari dan memengaruhi produktivitas, juga mengurangi daya imunitas pada tubuh. Sehingga kecemasan di kala pandemi menjadikannya sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Maka, akan menjadi sangat bijak apabila dalam kondisi suatu saat sedang merasakan gejala kecemasan, untuk segera dilakukan penanganan pada diri sendiri.

Dengan selalu bersyukur kepada apa yang diberikan Tuhan kepada diri sendiri, dengan hidup mindfull, selalu hadapi dengan tangguh segala keraguan yang muncul, dan mengembangkan potensi diri adalah sebuah cara yang penting untuk keluar dari gejala anxiety disorder dan bangkit dari keterpurukan diri.