“Ketika negara-negara berusaha pulih dan membangun kembali dari pandemi, kita tidak dapat membiarkan stereotip, prasangka, serta diskriminasi berbasis usia membatasi peluang untuk mengamankan kesehatan, kesejahteraan, dan martabat orang di mana pun.”Tedros Adhanom Ghebreyesus (Direktur Jenderal WHO)
Direktur Eksekutif Dana Kependudukan di PBB mengatakan pandemi telah sangat melebarkan kerentanan bagi orang tua, terutama bagi mereka yang paling terpinggirkan, sering menghadapi diskriminasi dan hambatan yang tumpang tindih karena miskin, hidup dengan disabilitas, perempuan yang hidup sendirian, atau kelompok-kelompok minoritas.
Sedangkan, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, michelle Bachelet menyampaikan perlu adanya perlawanan terhadap ageisme secara langsung sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang mengakar ini.
WHO memberikan tiga strategi untuk upaya mengurangi atau menghilangkan ageisme, yaitu kebijakan dan hukum yang dapat mengatasi diskriminasi dan ketidaksetaraan berdasarkan usia dan hak asasi setiap orang di mana pun; kegiatan edukasi untuk meningkatkan empati, menghilangkan kesalahpahaman tentang usia yang berbeda dan mengurangi prasangka dengan memberikan informasi yang akurat beserta contohnya; dan intervensi antar generasi agar menyarukan orang-orang dari generasi berbeda dalam membantu mengurangi prasangkan dan stereotip antar kelompok.
Pengecualian pekerja yang lebih tua akan sangat meresahkan mengingat pengalaman kerja mereka lebih banyak daripada generasi muda. Sehingga, di seluruh spektrum usia diperlukan setiap orang untuk menciptakan tempat kerja yang kita semua inginkan.
Setiap orang perlu bertanggung jawab untuk menciptakan perubahan. Namun, untuk memulainya, para pemimpin juga perlu proaktif membangun tempat kerja yang beragam dan sesuai dengan usia agar dapat memberi contoh bagi yang diharapkan ditiru oleh orang lain. [rif]