Kala itu Humanika sering menyelenggarakan diskusi-diskusi berbobot yang dihadiri oleh sejumlah kalangan. Hadi Priyono lah yang membuat TOR diskusi sekaligus mengetik surat undangan ke sejumlah narasumber.
Setiap Humanika menyelenggarakan diskusi atau kadang seminar di Gedung-Gedung yang tidak pula mahal biayanya selalu penuh dihadiri oleh ratusan aktivis dari berbagai entitas ideologi dan latar belakang.
Dari sana pula saya “kecipratan rejeki” mengenal jaringan aktivis baik Cipayung maupun non-Cipayung secara lebih luas.
Kala itu selain aktif di jurnalistik perlawanan saya juga mulai aktif melibatkan diri dalam aksi-aksi advokasi pertanahan, perburuhan, penangkapan mahasiswa maupun isu-isu elit tentang demokrasi, HAM dan lingkungan hidup
Dalam aksi-aksi itu, Bang Bursah memberikan dukungan yang tidak ternilai harganya. Antara lain dengan memberikan nomor-nomor telepon penting saat menghadapi kesulitan keuangan.
“Masuk HMI Lin. Kalau kau punya KTA HMI bisa lebih bergerak leluasa saja,” saran Bang Bursah. Saya pun menurutinya.
Saat HMI Komisariat AMI-ASMI yang dipimpin Dede Sunarya menyelenggarakan Latihan Kaderisasi (LK I), saya dengan diantar Wayan Bambang (ABA ABI) dan Ali Mahyail yang saya tidak pernah bertanya dari kampus apa mendaftarkan diri sebagai peserta LK I sekaligus anggota HMI.
Di tahun 1994 itu umur saya sudah 27 tahun. Karena imut dan baby face tampilan saya tidak jauh berbeda dengan kolega seangkatan dalam rentang usia 18 – 22 tahun.
Di lingkungan HMI saya sudah dikenal sebagai satu di antara penggerak demonstrasi, khususnya di Jakarta.
Terlebih lagi saya punya media sendiri WARTA AKSI yang saya klaim diterbitkan oleh Front Demokratik Mahasiswa Jakarta (FDMJ), organ yang kami dirikan bersama-sama aktivis mahasiswa IISIP (Febby Lintang), Sekolah Tinggi Informatika dan Komunikasi (STIK), Kuldip Singh alias Diva dan Jay, Eki Kertanegara, Andi Gembul Unas, Adhie Ayoeyantie (Untag), Firman Tendry dan banyak lagi.
Singkat cerita, di HMI saya sudah diakui memiliki porto folio yang cukup untuk disebut aktivis gerakan. Lagu Indonesia Pusaka yang saya plesetkan menjadi Indonesia Tanah Air Siapa saya buat di rumah Bang Bursah dan pertama kali saya kenalkan saat Mimbar Bebas di Sekretariat HMI Cabang Jakarta, Jl. Cilosari 17, menjelang long-march ke Kemendagri.
Kebetulan di Cilosari sedang ada LK II yang diikuti oleh peserta dari berbagai kota. Banyak peserta yang meminta liriknya sehingga lagu plesetan itu menyebar ke sejumlah kampus perguruan tinggi di Indonesia.