Scroll untuk baca artikel
Blog

Bangku Panjang di Cikini – Cerpen Yayat R Cipasang

Redaksi
×

Bangku Panjang di Cikini – Cerpen Yayat R Cipasang

Sebarkan artikel ini

Namun, sudah 52 Kamis, Lina tak pernah muncul lagi. Tidak ada pemberitahuan. Tidak ada kabar karena kita pun tak pernah saling bertukar nomor kontak dan alamat.

Itu semacam kesepakatan dan tata tertib yang tak pernah diucapkan. Tapi dipatuhi bersama.

Lina hanya bercerita sebatas koleksi bukunya yang sudah ratusan judul. Semuanya ditata dengan rapih di sebuah lemari. Hobi bacanya sudah menular kepada putrinya.

“Aku seneng banget, anakku mulai banyak baca buku,” katanya.

Oh, ya?” kataku singkat.

“Ya.” Lina senang.

Rupanya kabar baik itu adalah pertemuan terakhir dengan Lina. Setelah itu tak pernah bertemu lagi.

Setiap hari Kamis, aku selalu duduk dan membaca buku di kursi ini. Aku kadang melempar pujian, kritik dan umpatan.

“Penulis dungu!” umpatku hampir saja merobek halam 125 sebuah novel terjemahan yang dibeli di toko buku Jepang. “Satu alinea hampir satu halaman. Capek bacanya.”

“Memang bukan substansi sih, tapi pikirkan juga psikologis dan kenyaman membaca dong,” kataku seolah meminta persetujuan seseorang di hadapanku.

Beberapa pejalan kaki tersenyum dan pernah suatu kali ada seorang pria paruh baya tak berucap tapi seolah membuat garis miring dengan telunjuk di jidatnya.

Masak sih aku gila, batinku. “Emang orang gila baca buku?”

Cikini, 26 Februari 2023