Fahmi meminta, dalam membuat RTRW pemerintah kota wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan rencana tata ruangnya sesuai yang diamatkan dalam undang-undang no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pasal 15. Kedepan, perlu adanya mitigasi bencana secara serius agar banjir tidak menjadi bencana tahunan di Kota Semarang.
Sementara itu, Sosiolog MH Rahmat mengatakan, banjir bukan soal tata ruang kota semata sebab banjir juga terjadi di pelosok-pelosok desa yang masih jarang penduduk.
“Banjir di desa disebabkan kerusakan lingkungan seperti tanggul sungai yangg jebol. Kerusakan lingkungan desa pinggiran kota sebagian juga dampak dari keserakahan seperti reklamasi pantai di kota,” tuturnya.
Semenjak banjir terjadi beberapa hari ini di Kota Semarang, jalan-jalan mulai padat digunakan pengguna jalan. Para pengguna jalan mulai mencari jalur-jalur alternatif. Hal ini dilakukan karena warga tetap berkatifitas untuk menjalankan rutinitas kerja.
“Banyak jalan yang tergenang dan berlubang karena genangan air. Jika jam kerja dan pulang kerja jalan padat. Biasanya perjalanan bisa ditempuh 20 menitan, saat ini harus merelakan hingga sampai 1 jam,” tutur Ninik Ambarwati kepada Barisan.co.
Ninik berpesan, selain mengentaskan banjir diharapkan pemerintah Kota Semarang sigap dalam mengatur arus lalu lintas. []