BARISAN.CO – Utang pemerintah telah direncanakan dalam berbagai dokumen resmi negara dan dokumen kebijakan pemerintah, terutama dari Kementerian Keuangan. Mulai dari garis besar kebijakan pengelolaannya sampai dengan proyeksi kisaran nilainya hingga beberapa tahun.
Disampaikan pula upaya menekan risiko utang dalam berbagai aspeknya, disertai dengan besaran indikator yang ditargetkan atau yang dimonitor.
Secara umum, sering dikemukakan telah dan masih akan dijalankan kebijakan pengelolaan utang yang berhati-hati, yang telah dan akan terus menimbang faktor keberlanjutan fiskal.
Rencana utang selalu disebut sebagai salah satu bagian narasi kebijakan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) semua era pemerintahan. Termasuk dalam RPJMN tahun 2020-2024.
RPJMN memang hanya memberi gambaran umum secara garis besar, namun cukup jelas dan disertai pencantuman beberapa besaran indikator utang.
Perencanaan pengelolaan utang berjangka menengah yang lebih terinci dibanding RPJMN, karena memang secara khusus dimaksudkan demikian, tercatum pada dokumen tentang strategi pengelolaan utang negara jangka menengah (SPUNJM).
SPUNJM ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Semula kurun waktunya bersesuaian dengan RPJMN, karena memang harus menjadi penjabarannya dalam hal perencanaan utang. Sehingga sempat ada KMK tentang strategi pengelolaan utang negara jangka menengah (SPUNJM) tahun 2005-2009 dan tahun 2010-2019.
Perkembangan berikutnya, kurun waktu SPUNJM tidak lagi seiring dengan RPJMN. Bahkan, mulai ada perbedaan besaran target indikatornya pada tahun yang sama. Hal itu terutama disebabkan oleh revisi yang dilakukan sebelum berakhirnya waktu SPUNJM.
Grafik Rasio Utang Pemerintah atas PDB, 2005-2020
Sumber data target dari buku RPJMN, jika rentang diambil titik tengahnya; Realisasi: Kemenkeu.
Sebagian besar dari indikator utang yang tercantum dalam RPJMN 2014-2019 tidak berhasil dipenuhi. Dalam artian lebih buruk dari target atau prakiraan, terutama pada tahun-tahun terakhir realisasinya. Dalam hal SPUNJM juga kurang terpenuhi, meski deviasinya tidak selebar pada RPJMN.
Perencanaan utang pemerintah secara tahunan telah disampaikan secara umum dalam Nota Keuangan sebagai pengantar sekaligus penjelasan dari RAPBN dan APBN. Bahkan, selama beberapa tahun terakhir ini dibahas tentang risiko utang secara cukup panjang lebar.
Pokok-pokok rencana utang secara tahunan APBN diterjemahkan secara lebih teknis oleh Kementerian Keuangan terutama dalam dokumen Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang.
Dokumen strategi inilah yang biasanya mengalami perubahan hingga dua kali selama realisasi tahun anggaran. Bahkan revisi tetap dilakukan ketika pada tahun bersangkutan tidak ada APBN Perubahan, seperti tahun 2019.
Pandemi Covid-19 merupakan kejadian luar biasa yang dampaknya memang belum tercakup dalam mitigasi risiko APBN 2020 ketika ditetapkan melalui undang-undang pada akhir tahun 2019.
APBN perubahan dilakukan hingga dua kali melalui Perpres. Begitu pula dengan dokumen stratetegi dari Kemenkeu. Realisasi semantara dari kondisi utang akhir tahun 2020, terbilang cukup sesuai dengan rencana keduanya.
Tentu saja amat jauh dari target RPJMN 2020-2024, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden pada awal tahun 2020. Begitu pula dengan target yang lebih rinci dalam SPUNJM tahun 2020-2024 yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan No.17/KMK.08/2020. Padahal, SPUNJM ini sudah merupakan perubahan SPUNJM tahun 2018-2021, sebelum habis masa berlakunya. Kedua KMK ditetapkan oleh Menteri Sri Mulyani.
Mengikuti argumen dan indikator yang paling sering dikemukakan oleh Pemerintah, yaitu rasio utang atas PDB, telah tampak melesetnya realisasi dengan berbagai rencana di atas. Terutama pada RPJMN 2015-2019. Kemungkinan deviasi yang lebih besar lagi pada RPJMN 2020-2024.